Selasa, 14 Mei 2013

DI TANGAN ORANG YANG TEPAT, GADIS BUTA-TULI-BISU ITU MENJADI TOKOH PEMBAWA INSPIRASI DUNIA (KISAH SUKSES HELEN ADAMS KELLER & ANNE SULIVAN) - Part 1




Helen Adams Keller
Penulis, Aktivis Politik, Dosen, Advokat bagi penyandang cacat
Lahir :  Tuscumbia, Alabama, 27 Juni 1880
Wafat :  1 Juni 1968 (umur 87 tahun) di Easton, Connecticut


Ditulis kembali oleh 
Alden Praptono
@alden_praptono



Pernahkah terbayang dalam pikiran Anda seandainya Anda menjadi orang yang kehilangan kemampuan melihat sekaligus juga kehilangan kemampuan mendengar dan berbicara? Terbayang bagaimana Anda hendak berkomunikasi dengan orang lain? Atau setidaknya, jika itu misalnya terjadi pada orang lain, anak kecil, yang Anda temui dalam hidup Anda, terbayang bagaimana kita bisa mendidiknya sehingga bisa menjadi orang dengan kemampuan yang tidak kalah dengan orang yang normal? Bagi saya, sulit sekali memikirkan “bagaimana” nya itu, entah itu saya yang jadi si buta bisu tuli, ataupun saya yang menjadi pengajar bagi si buta bisu tuli itu. Mungkin saya tidak akan memiliki cukup kesabaran. Tetapi, Helen Keller telah membuktikan bahwa bersama sekutu yang tepat, gurunya, kemustahilan itu bisa dia patahkan, bahkan bisa jauh melampaui pencapaian yang dilakukan rata-rata orang normal.

Di sebuah wisma tua “Ivy Green” yang dibangun kakeknya di Alabama, Amerika Serikat, Helen Keller lahir sebagai bayi yang normal pada 27 Juni 1880. Ayahnya, Arthur Henley Keller, selain sebagai editor pada sebuah surat kabar lokal “North Alabamian”, juga mempunyai kesibukan mengurusi perkebunan miliknya sendiri. Arthur juga aktif dalam militer Angkatan Darat Konfederasi dengan pangkat kapten.Sedangkan ibunya, Kate Adams, adalah putri seorang pejuang dari Angkatan Darat Konfederasi Amerika juga yang berpangkat brigadir jenderal. Jadi pasangan muda yang tengah berbahagia karena kehadiran putrinya dalam perkawinan mereka itu termasuk dari kalangan keluarga yang sudah makmur.

Kebahagiaan Arthur dan Kate rupanya tidak berlangsung lama. Belum genap umur 19 bulan si kecil Helen menderita sakit  yang sulit dijelaskan secara pasti oleh ilmu kedokteran pada saat itu. Meskipun sakitnya tidak terlalu lama, namun membawa efek yang fatal bagi Helen. Balita lucu itu menjadi buta dan tuli. Dan sebagaimana yang selalu terjadi jika anak kecil tuli sebelum bisa berbicara, maka ia pun menjadi bisu juga. Otomatis balita itu sama sekali tidak bisa berkomunikasi secara normal dengan orang lain. Hanya dengan sentuhan atau rabaan dia bisa menerima pesan yang disampaikan orang lain, itu pun dengan cara tidak mudah.

Masa-masa sulit dan menyedihkan bagi kehidupan Helen kecil akibat ketidakmampuannya berkomunikasi dengan orang lain, membuat ia menjadi anak yang sangat temperamental dan susah diatur. Dia gemar merusak dan menghancurkan perabotan rumah seperti gelas dan piring kaca. Hampir-hampir keluarga itu frustasi dengan apa yang terjadi pada Helen. Bahkan, di puncak frustasinya itu mereka seakan telah menyerah kepada keadaan karena sepertinya sudah ditakdirkan bahwa putri mereka itu mempunyai tingkat kecerdasan yang rendah, tidak bisa diatur, tidak mungkin dididik dan tidak akan menjadi apapun. Itulah gambaran keputusasaan kedua orang tua Helen atas nasib putrinya akibat petaka yang sebenarnya tidak seorangpun menginginkannya.

Namun, separah apapun rasa putus asa orang tua atas anaknya, sepanjang mereka masih memiliki cinta di dalam hatinya, pada saatnya Tuhan akan membari jalan keluar atas kesulitan yang dihadapi umatnya. Pada saat Helen berusia 6 tahun, ibunya membaca sebuah buku karya Charles Dicken yang berjucul Catatan Amerika, yang menggugahnya untuk mencari ahli yang mungkin bisa membantu mengatasi masalah putrinya. Mereka kemudian berkonsultasi kepada Dr. Julian Chisolm di Barltimore. Dr. Julian memberi konfirmasi bahwa Helen hampir bisa dipastikan mengalami buta dan tuli secara permanen. Betapa terpukul dan sedihnya orang tua Helen demi mendengar penjelasan Dr Julian. Demi melihat kesedihan Kate dan Arthur itu, Dr Julian berusaha membesarkan hati mereka agar tidak menyerah. Helen boleh saja mengalami buta dan tuli sepanjang hidupnya, namun bukan berarti Helen tidak bisa diajari untuk bisa hidup dan berkomunikasi seperti halnya orang normal. Kemudian mereka disarankan untuk menemui seorang ahli yang banyak mengajari anak-anak tuli yang bernama Alexander Graham Bell.

Kemudian atas saran dari Alexander Graham Bell, orang tua Helen menghubungi Michael Anagnos, Direktur Institut Perkins di South Boston untuk bisa mendapatkan guru privat bagi putrinya. Institut Perkins adalah sekolah bagi orang-orang buta. Terdorong rasa empati atas apa yang dialami Helen, Michael Anagnos merekomendasikan kepada salah seorang guru yang merupakan alumnus dari sekolah itu, seorang guru wanita bernama Anne Sulivan. Orang tua Helen pun mengikuti rekomendasi itu dan menemui Anne Sulivan agar bersedia menjadi guru privat putrinya.

Anne Sulivan


Anne Sulivan – nama lengkapnya Johanna Mansfeld Sullivan Macy - datang dalam keluarga Helen pada tahun 1887. Harapan keluarga Helen dengan kehadiran Anne sebenarnya hanyalah ingin agar Helen bisa berkomunikasi secara normal, mandiri dan mendapatkan berbagai pengetahuan umum sebagaimana anak-anak lain yang normal. Mereka sama sekali tidak menyadari bahwa ternyata Anne Sulivan, yang seorang penyandang tuna netra juga namun tidak tuli, adalah memang orang yang tepat bagi Helen Keller sehingga suatu saat kelak Helen Keller menjadi orang yang mempunyai banyak prestasi melebihi pencapaian orang-orang kebanyakan yang berstatus normal, dan melampaui harapan dan mimpi kedua orang tuanya.

Pada awalnya Helen yang temperamental dan susah diatur itu tidak serta merta bisa dengan mudah “ditundukkan” oleh sang guru barunya. Namun Anne Sulivan bukanlah orang yang gampang menyerah, dia juga cerdas. Berbagai cara dia coba untuk membuat – yang terpenting – Helen mau menurut dan mengikuti semua instruksi-instruksinya. Keberhasilan awal mulai terlihat ketika Anne membawa Helen pindah ke tempat yang terpisah tidak dari rumahnya dan lebih sepi, hanya mereka berdua yang tinggal. Di tempat itu secara bertahap Helen diajari agar menjadi anak yang patuh dan lebih beretika. Dan berkat ketelatenan Anne, secara perlahan sikap bengal Helen mulai berubah menjadi penurut kepada sang guru. Dan itu adalah langkah awal yang tepat bagi Anne untuk kemudian mengajarkan lebih banyak hal lagi kepada Helen.

Ketika Helen telah mulai menuruti instruksi Anne, segera terlihat kemajuan lain yang menunjukkan bahwa Helen ternyata anak yang cerdas dan berbakat. Ketika Anne memompakan air dingin ke atas tangan Helen, Anne mengeja kata air ke sebelah tangan Hellen. Gerakan tangan sang guru pada telapak tangannya itu segera dia respon sebagai ide dari sebuah objek yang bernama air. Dan itu tidak memerlukan waktu lama untuk membuat Helen akhirnya paham. Sukses dengan pengajaran tentang air ternyata merangsang keinginan Helen untuk belajar lebih banyak lagi tentang objek-objek lainnya. Tentu saja progress yang bagus ini sangat menggairahkan sang guru untuk terus mendidik Helen sampai maksimal.

Helen Keller membaca gerak bibir gurunya, Anne Sulivan,  dengan telapak tangannya di atas sebuah pohon dengan ditemani anjing kesayangannya.



Kesan yang mendalam atas awal pendidikan yang  Helen terima dari Anne serasa terbukanya jendela dari sebuah kamar kegelapan. Sehingga dalam autobiografinya yang berjudul The Story of My Life, yang diterbitkan tahun 1903, Helen menulis kesan itu :
“Kami berjalan menuruni jalanan ke rumah, ditarik oleh aroma sarang lebah yang tertutup. Seseorang menggambar air dan guruku menempatkannya di bawah tanganku sesuatu yang memancar. Sewaktu arus dingin yang memancar, di atas sebelah tanganku yang lain guruku mengeja kata air, awalnya lambat, lalu diulangi lagi. Aku masih berdiri, seluruh perhatianku terpusat pada gerakan-gerakan tangannya. Tiba-tiba aku merasa kesadaranku yang berkabut akan sesuatu yang telah terlupakan, suatu ingatan yang mendebarkan kembali, dan bagaimana misteri dari bahasa terungkap olehku.”

Sejak itu kemajuan Helen dalam mempelajari berbagai hal mencengangkan. Kecerdasannya makin terlihat dalam mencerna semua pelajaran yang maju secara pesat melampaui dari apa yang pernah dilihat orang lain sebelumnya pada seorang yang buta dan tuli. Pelajaran pun berlanjut pada bagaimana mengenal huruf,dan kemudian diteruskan dengan membaca, baik dengan huruf braile maupun dengan mengetik dengan mesin ketik biasa.

Perjalanan pendidikan akademis Helen sejak awal ia mengenal lembaga pendidikan menjadi wahana yang menggodog dan menempa sikap mentalnya, serta mengasap kemampuanya yang terpendam. Berbagai lembaga dan institusi pendidikan dia ikuti. Semua tentu tidak lepas dari pedampingan dan pengawasan sang guru, Anne Sulivan. Secara berturut-turut wahana pendidikan yang pernah diikutinya sebagai berikut: Mulai bulan Mei, 1888, Keller menghadiri Institut Perkins untuk Wright-Humason untuk orang tuli, dan belajar dari Sarah Fuller di Horace Mann sekolah untuk orang  tuli. Kemuidian pada tahun 1896, mereka kembali ke Massachusetts dan Helen Keller masuk Sekolah Cambridge untuk Wanita muda sebelum memperoleh pengakuan, pada tahun 1900, Hellen kuliah Radcliffe College, di mana ia tinggal di Briggs Hall, Gedung Selatan. Pengagumnya, Mark Twain, telah memperkenalkannya kepada raja Minyak Standar Huttleston Henry Rogers, yang, bersama istrinya Abbie, membayar biaya pendidikan Helen. Pada tahun 1904, pada usia 24, Keller lulus dari Radcliffe, menjadi orang buta dan tuli yang pertama mendapatkan gelar Bachelor of Arts dan lulus dengan predikat Magna Cum Laude. Dia mempertahankan korespondensi dengan seorang pedagog dan filsuf Austria Wilhelm Yerusalem, yang merupakan salah satu orang pertama yang menemukan bakat sastranya. 

Dunia penulisan rupanya menjadi bidang yang menarik bagi Helen sejak kecil. Saat umur 11 tahun ia telah menulis buku The King Frost, sebuah tulisan yang kemudian menjadi kontroversi karena ada yang menuduh bahwa tulisan itu merupakan hasil jiplakan dari The Frost Fairies karya Margareth Canby. Atas kontroversi itu kemudian ada yang melakukan investigasi untuk mencari fakta yang sesungguhnya. Dari investigasi itu disimpulkan bahwa Helen tidak bermaksud secara sengaja menjiplak karya Canby tersebut. Namun, masih dari hasil investigasi, dimungkinkan bahwa Helen mengalami cryptomnesia, semacam sindrom tentang alam bawah sadar ketika dia pernah dibacakan cerita karya Canby itu yang masih merekamnya, namun secara ingatan dia lupa sehingga seakan-akan tidak pernah terjadi dalam hidupnya.

Minatnya pada penulisan pun berlanjut hingga menjadi pilihan karir ketika telah lulus dari perguruan tinggi. Selain itu ia juga menjadi aktifis yang banyak bergerak pada program-program khusus untuk penyandang cacat. Pada tahun 1915 bersama George Kessler ia mendirikan Organisasi "Helen Keller International "(HKI). Misi organisasi ini khusus untuk menyelenggarakan penelitian kesehatan dan gizi. Pada tahun 1920 Helen Keller ikut berpartisipasi aktif bagi negerinya dengan membantu untuk menemukan American Civil Liberties Union (ACLU). Dengan selalu didampingi Anne Sulivan, Helen Keller melakukan perjalanan ke lebih dari 39 negara. Di Jepang Helen Keller menjadi sosok yang difavoritkan masyarakat setelah beberapa perjalanan dia  lakukan di negeri sakura itu.Helen Keller juga banyak melakukan aktifitas yang berkaitan dengan politik negara, seperti menemui dan memberi masukan kepada para presiden yang berkuasa di Amerika Serikat. Semua presiden yang berkuasa pada saat Helen menjadi aktifis pernah ditemuinya. Ia juga menjalin hubungan baik dengan tokoh-tokoh ternama saat itu seperti Alexander Graham Bell, Charlie Chaplin dan Mark Twain. Keller dan Mark Twain mempunyai pandangan politik yang hampir sama. Pandangan politik keduanya yang dianggap radikal pada awal abad ke-20 menjadikan mereka banyak dijauhi politisi-politisi lain sehingga tersingkir dan tidak populer lagi di mata masyarakat.

Di sela-sela menjadi aktifis sosial dan politik, melakukan perjalanan ke berbagai negara di dunia dan bertemu tokoh-tokoh besar, Helen tetap produktif menulis. Sepanjang hidupnya dia menulis sebanyak 12 judul buku yang diterbitkan, serta beberapa artikel di media masa. Buku The Story of My Life adalah autobiografinya yang ia tulis saat usia 22 tahun, yaitu tahun 1903. Dalam autobiografi yang menceritakan kisah hidupnya hingga usia 21 tahun itu ia banyak menampilkan tulisan-tulisannya yang ia tulis saat masih kuliah. Kesuksesan penebitan autobiografi itu tidak lepas dari bantuan dari Anne Sulivan dan suaminya John Macy. Beberapa buku lain yang diterbitkan di antaranya: The World I Live In (1908), kumpulan esai tentang socialism Out of the Dark (1913), autobiografi spiritual My Religion (1927) yang kemudian diterbitkan kembali dengan titel Light in my Darkness. Karya terakhir Helen berjudul Teacher yang menceritakan tentang guru hidupnya, Anne Sulivan. Awalnya tulisan ini musnah terbakar akibat kebakaran di rumahnya di Arcan Ridge. Helen kemudian menulis kembali kisah tersebut dan diterbitkan pada tahun 1955, 7 tahun setelah tulisan aslinya terbakar.

 
Adegan dalam film Helen Keller in Her Story (1953) yang menggambarkan Helen belajar menjadi pembicara dengan meraba gerak pipi dan telapak tangan Anne Sulivan.
Kisah hidup dan semangatnya untuk tidak menyerah pada keterbatasan sangat menginspirasi dunia. Karena itu Helen dengan ditemani Anne Sulivan, guru sekaligus teman terdekatnya, banyak melakukan perjalanan keliling dunia untuk membantu memberikan motivasi kepada orang-orang di berbagai Negara, terutama mereka yang menderita buta dan tuli. Dari semua tour yang dilakukannya ke berbagai Negara itu, peran Anne Sulivan sungguh sangat besar, mulai dari mendampingi dan menjadi juru bicara sekaligus penerjemah, memberikan nasehat, sampai menjadi dubber pada saat Helen tampil di panggung. Karena itu sesungguhnya menceritakan kisah sukses Helen Adams Keller berarti juga bercerita tentang kesuksesan Anne Sulivan, yang telah dengan sangat telaten mendidiknya menjadi melek aksara dan pengetahuan, membantu dalam proses penulisan dan penerbitan buku-buku Helen, hingga menjadi pendamping yang multifungsi dalam setiap kegiatan Helen.

(BERSAMBUNG ke part 2)



Thanks to :
www.afg.org, http://agrace2011.blogspot.com, http://acipnashief.blogspot.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar