Akhir tahun 2006
berbagai bencana tragis yang banyak terjadi di tanah air mengisi berita-berita
pada media-media masa nasional. Diantara tragedi yang sangat memilukan adalah
tenggelamnya KM Senopati Nusantara di perairan Laut Jawa. Kapal yang membawa
628 orang itu berangkat dari Pelabuhan Teluk Kumai, Kalimantan Tengah pada 28
Desember 2006 pukul 20.00 menuju Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Jawa Tengah.
Rencananya kapal itu tiba di Semarang pada pukul 21.00 keesokan harinya.
Sayangnya, dalam perjalanannya di Laut Jawa kapal tersebut terkena musibah di
tengah cuaca yang sangat buruk menjelang dini hari, ombak besar menghajarnya
berulang-ulang hingga akhirnya kapal itu miring dan tenggelam dalam waktu yang
singkat!
Para penumpang yang terdiri dari berbagai usia, jenis
kelamin, dan latar belakang yang berbeda-beda itu tumpah ke lautan diiringi
jerit dan lolong histeris yang membelah kegelapan malam. Sebagian penumpang
yang posisinya sudah di luar ruangan langsung terlempar ke laut, saling timpa
satu dengan lain, bahkan dengan benda-benda yang ikut terlempar juga. Sedangkan
penumpang yang masih di dalam ruangan terjebak dan langsung tenggelam bersama
badan kapal. Mereka yang sudah jatuh ke air pun banyak yang segera tenggelam
terlibas ombak yang menggulung. Bagi penumpang yang sudah mengenakan baju
pelampung pun tetap harus berjuang mati-matian karena ombak besar terus
mengombang-ambingkan mereka, dan sesekali menggulung dan menimbunnya. Sementara
yang lain yang tidak kebagian pelampung tetap masih bisa mengapung mencoba
meraih benda-benda yang berserak di sekitarnya untuk menjadi pegangan agar
tidak tenggelam.
Adalah seorang penumpang yang ikut tumpah dan mengapung di
lautan bernama Muzayin (42). Pria asal Demak, Jawa Tengah, itu masih beruntung karena bisa mendapatkan skoci
karet bersama beberapa orang lainnya. Dalam kepekatan malam dan ombak yang
terus mengombang-ambingkan skocinya, beberapa orang yang sudah di atas skoci
mencoba mencari korban lain yang masih terlihat hidup dan menarik mereka ke
atas skoci.
Dalam situasi yang mencekam itu, mereka bahu membahu
menolong yang masih bisa ditolong. Di atas skoci, mereka yang akhirnya
berjumlah 15 orang itu bisa sedikit lega karena masih terselamatkan, meskipun
banyak dari mereka yang masih shock dan berduka karena saudara atau teman
seperjalanannya belum ketahuan nasibnya. Kini mereka hanya menunggu nasib,
kemana mereka akan terbawa, atau kapan
mereka akan bertemu regu penolong.
Esok paginya ketika hari mulai terang, mereka masih
terapung-apung di atas sekoci, di tengah lautan yang tidak kelihatan ada
sejengkal daratan pun di setiap ujungnya. Yang kelihatan sejauh mata memandang
hanya air lautan yang berbatas langit yang masih juga mendung. Sementara di
atas skoci, orang-orang mulai bisa melihat wajah satu sama lainnya, wajah-wajah
yang masih shock, letih dan menderita. Dan di antara orang-orang yang selamat
itu, Muzayin menemukan seseorang yang dia kenal. Namanya Basyir, berasal dari
desa tetangga dia di Demak.
Sejenak melupakan bencana mengerikan yang terjadi semalam,
orang-orang itu mulai berdiskusi mencari jalan bagaimana agar bisa menemukan
pantai. Tetapi jangankan tahu dimana pantai, arah utara selatan pun mereka
tidak tahu. Langit yang terus-terusan mendung dan tidak menampakkan matahari
tidak bisa membantu menentukan arah mata angin bagi orang-orang yang sama
sekali awam soal navigasi kelautan ini. Tak ada yang bisa memberikan solusi
terbaik. Akhirnya mereka kembali terdiam dalam sekoci yang terus
diombang-ambingkan ombak.
Saat kepasrahan mulai melanda mereka, sebagian bahkan sudah
mulai putus asa, tiba-tiba mereka merasakan skoci karet yang mereka tumpangi
itu seperti ada yang mendorong dari dalam air. Perlahan-lahan dorongan itu
makin terasa kuat dan menggerakkan skoci hingga bisa berjalan. Penasaran dengan
apa yang terjadi, Muzayin dan orang-orang di atas perahu karet itu mencoba
menengok ke bawah, ke kedalaman air laut yang jernih. Kaget dan terkagum saat
mereka menyaksikan segerombolan ikan lumba-lumba berenang-renang di bawah dan
di sekitar perahu karet mereka. Yang di bawah dan belakang skoci rupanya
mendorong dengan moncong mereka hingga skoci bergerak seperti ada layar yang
mendorongnya. Sedangkan kawanan yang di samping kanan kiri dan belakang seperti
mengiringi perjalanan itu.
Sebagian dari mereka ada yang bingung dan takut, karena
tidak begitu tahu ikan apa yang ada dibawah mereka. Jangan-jangan itu
gerombolan ikan ganas yang ingin memangsa mereka, pikir beberapa orang yang
masih ketakutan. Namun sebagian ada yang tahu bahwa ikan itu ikan lumba-lumba,
dan ikan lumba-lumba dikenal suka bersahabat dengan manusia. Hal itulah yang
akhirnya membuat semua lega dan hilang kekawatiran soal ikan-ikan misterius
itu.
Ikan-ikan yang jumlahnya banyak sekali itu terus mendorong
dan mengiringi skoci. Sebagian yang mengiringi ada yang meloncat-loncat keluar
dari permukaan air, seperti dalam pertunjukan sirkus. Orang-orang di dalam
skoci itu mulai bersemangat lagi meskipun mereka sama sekali tidak tahu kemana
lumba-lumba itu membawa. Tangan-tangan mereka dikayuhkan ke air untuk membantu
kerja lumba-lumba agar skoci bergerak lebih cepat, walaupun sebagian juga ada
yang takut kalau-kalau lumba-lumba menggigit tangan dari dalam air.
Tengah hari terlalui tanpa mereka jumpai satu pun kapal
melintas yang sekiranya bisa mereka mintai pertolongan. Rasa letih, haus dan
lapar tidak mereka pedulikan. Yang mereka pikirkan hanyalah segera bisa
mencapai pantai.
Menjelang maghrib, gerombolan ikan itu seperti semakin
banyak dan suaranya juga lebih berisik. Sepanjang malam pun lumba-lumba terus
mendorong. Dengan jumlah yang sangat banyak itu, bisa jadi mereka menyundul
skoci secara bergantian.
Suatu ketika sebagian lumba-lumba berenang-renang di depan
skoci. Di antara mereka ada yang meloncat-loncat dengan suaranya yang khas.
Sepertinya mereka memberikan semacam isyarat kepada orang-orang di atas skoci,
namun tak seorangpun memahami maksudnya. Namun tidak lama setelah itu, mereka
melihat pucuk mercusuar di kejauhan. Dan ketika skoci bergerak semakin dekat,
mereka melihat daratan, entah pulau atau kepulauan apa mereka tidak tahu.
Saat garis pantai makin dekat, mereka sepakat untuk menyobek
atap skoci untuk dijadikan layar agar lebih cepat pergerakannya. Betul juga,
setelah layar darurat itu terpasang dan diterpa angin, skoci bergerak semakin
cepat ke daratan. Sementara lumba-lumba masih mengiringi mereka. Agar lebih
cepat mencapai pantai, mereka mengayuhkan tangan mereka ke laut. Namun ketika
pantai sudah dekat, tiba-tiba gelombang besar menghantam mereka dan menyeret
skoci ke tengah lautan lagi. Hal itu terjadi berulang-ulang, setiap saat garis
pantai terlihat dekat, gelombang besar membawa mereka kembali ke tengah laut.
Hari-hari terlewati tanpa makan dan minum. Pada hari ke tiga
15 orang di atas skoci itu pun semakin melemah, baik fisik maupun mentalnya.
Daratan yang mereka mimpikan belum juga tercapai. Sementara ikan lumba-lumba masih
setia mendorong skoci. Hal itu menjadi teman sekaligus hiburan tersendiri bagi
Muzayin dan kawan-kawan yang masih terkatung-katung di atas skoci karet tanpa
makan dan minum.
Pada hari ke empat, saat skoci diperkirakan berada di
perairan Surabaya, gerombolan lumba-lumba sudah tidak menyertai mereka lagi,
hilang entah kemana. Yang muncul menemani mereka kemudian adanya beberapa ekor
burung yang aneh, bentuknya mirip lumba-lumba. Burung itu selalu terbang di
atas skoci, bahkan kadang-kadang mendarat di skoci tanpa takut kepada
orang-orang di atasnya.
Gelombang laut masih terasa ganas mengguncang skoci. Daratan
masih juga belum kelihatan kembali. Burung aneh masih mengikuti. Saat burung
itu kembali hinggap di atas skoci, seorang penumpang mencoba menangkapnya.
Anehnya burung itu diam saja saat ditangkap dan dipegang orang-orang di atas
skoci secara bergantian. Salah seorang ada yang mengusulkan untuk memakan
burung itu, mengingat sudah empat hari terapung di lautan tanpa makan dan
minum. Namun usulan itu segera ditolak rame-rame oleh yang lainnya, karena
mereka menganggap burung itu telah menolong mereka. Atau setidaknya mereka
berpikir burung itu mungkin menggantikan posisi lumba-lumba yang telah empat
hari membantu mereka, mengingat kemunculannya tepat setelah gerombolan
lumba-lumba menghilang. Apalagi bentuk burung itu mirip sekali dengan ikan
lumba-lumba. Bisa jadi ada hubungan khusus antara burung dan lumba-lumba, yang
belum mereka pahami, pikir mereka.
Pada hari ke 5 mereka semakin terlihat lemah. Suatu ketika
ada ombak besar kembali menggulung skoci itu hingga terbalik. Semua penumpang
tumpah ke laut. Saat itu baru mereka sadar telah dekat daratan ketika kaki mereka
menyentuh batu karang dasar pantai. Mereka pun mencoba mencari-cari arah
pantai. Burung aneh sudah tidak terlihat lagi.
Setelah berjalan kaki di atas batu-batu karang di dasar
pantai yang dangkal selama hamper 30 menit, sampailah mereka di pantai. Segera
mereka melakukan sujud syukur di atas pasir pantai, sebagian yang lain segera
merebahkan diri sekedar melepas lelah dan penat. Ada banyak pohon kelapa di
pantai itu. Mereka pun segera beramai-ramai memanjat pohon kelapa untuk memetik
buahnya. Namun karena itu pohon kelapa liar yang belum dibuat pijakan di batangnya
untuk memanjat, mereka pun gagal memanjat. Apalagi tenaga mereka yang semakin
melemah setelah 5 hari tidak makan membuat tidak berdaya menghadapi kesulitan itu.
Untunglah tidak lama kemudian ada kapal nelayan mendekat.
Setelah tahu bahwa mereka adalah korban KM Senopati Nusantara yang tenggelam 5
hari yang lalu yang banyak diberitakan di televisi, nelayan itu segera
mengevakuasi mereka ke perkampungan terdekat. Begitu tiba di perkampungan,
mereka mendapat sambutan yang luar biasa oleh penduduk setempat. Ada yang
menyediakan makanan, pakaian layak pakai, dan ada juga yang mengumpulkan uang
dari masyarakat sekitar.
Mendapat sambutan yang luar biasa mengharukan tersebut, hampir
semua korban menangis. Setelah 5 hari mereka terkatung-katung di lautan,
berjuang antara hidup dan mati, ditolong kawanan lumba-lumba, dan akhirnya kini
mereka kembali ke daratan dengan selamat, dan kini bisa bertemu dengan warga yang ramah.
Sungguh, pada saat seperti itulah betapa terasa nikmat yang luar biasa berkah yang diberikan Tuhan itu. Itulah sebabnya Tuhan memberikan penderitaan kepada makhlukNya, agar suatu saat bisa merasakan nikmatnya bahagia.
“ Dalam waktu singkat uang yang dikumpulkan warga mencapai
3,5 juta. Pakaian pantas pakai terkumpul 1 pick up, serta makanan yang juga
tidak kekurangan, “ kata Muzayin saat menceritakan kembali rangkaian peristiwa
itu kepada wartawan sebuah media local. Tak kuasa ia menahan air matanya yang
sering meleleh sepanjang menceritakan tragedi itu.
Tragedi itu telah berlalu bertahun yang lalu. Sebagian orang
telah melupakannya. Namun bagi orang-orang yang mengalami langsung peristiwanya,
dan menjadi korban yang selamat, tentu tak akan pernah bisa melupakannya. Apalagi
bagi masing-masing korban yang selamat, selalu ada cerita-cerita yang sulit
diterima akal sehat yang mereka alami sebelum akhirnya bisa kembali ke daratan.
Seperti yang dialami Muzayin dan kelompoknya dalam satu skoci yang ditolong
gerombolan lumba-lumba menuju daratan, serta burung misterius yang datang entah
dari mana. Kini mereka hanya bisa bersyukur dan mengenang kembali makhluk-makhluk
penolong yang mungkin memang dikirim Tuhan untuk menyelamatkan mereka.
( Dihimpun dari berbagai sumber dan diceritakan kembali oleh Aldenprap )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar