Kamis, 28 Maret 2013

Qian Hongyan, Gadis cacat yang tak kenal menyerah



Suatu ketika, saat melintasi sebuah perempatan di jalanan di kota, saya melihat ada seorang peminta-minta dengan sepatu rodanya menunggu orang-orang yang berbelas kasihan memberi uang kepadanya di dekat traffic light perempatan tersebut. Saya perhatikan lelaki muda itu secara fisik tampak sehat, tubuhnya kekar dan kokoh. Hanya cacat “kecil” di kakinya yang membuatnya harus menggunakan sepatu roda. Rupanya kondisi cacatnya itulah yang membuat pemuda itu memutuskan untuk menjadi peminta-minta di perempatan sebagai jalan menyambung hidupnya, daripada melakukan pekerjaan lain yang menurut dia sulit dilakukan dengan kondisi kakinya yang cacat itu.


Menyaksikan pemuda peminta-minta itu, saya jadi ingat kisah Qian Hongyan, seorang gadis China yang kehilangan separuh tubuhnya akibat kecelakaan pada waktu dia masih berusia 3 tahun. Dengan kondisi tubuh yang tinggal separuh, dia tidak memutuskan menjadi gadis peminta-minta di jalanan, atau memilih tinggal di panti social yang mengurusi orang-orang cacat. Kehilangan kedua kakinya tidak membuat dia kehilangan harapan dan semangat untuk membuat hidupnya lebih berarti. Rupanya, walau fisiknya tidak sempurna, namun jiwa dan semangatnya sangat kuat. Sebaliknya, pemuda peminta-minta di perempatan tadi, walau fisiknya kuat, namun hati dan mentalnya keropos, sehingga memutuskan memilih jalan termudah bagi hidupnya dengan menjadi peminta-minta.


Jika Anda belum pernah mengikuti kisah Qian Hongyan, silahkan baca kisah berikut, beserta foto-foto yang menggambarkan betapa kuat nya semangat dan harapan gadis cacat itu dalam menghadapi dunia.


Qian Hongyan tahun ini berusia 16 tahun. Dia mengalamai kecelakaan mobil pada Tahun 2000, saat masih berumur 3 tahun, dan harus diamputasi seluruh bagian kakinya, bahkan sebagian pinggulnya juga agar nyawanya bisa terselamatkan. 


Anda bisa bayangkan, betapa berat kehidupan sehari-hari Qian kecil. Di saat anak seusianya berlarian dan bermain-main, ia hanya bisa melihat. Karena miskin, keluarganya tak sanggup membelikan kaki palsu untuk membantu Qian kecil berjalan. Namun, keluarganya menyadari Qian butuh alat bantu agar bisa bergerak lebih leluasa dan bukan hanya diam di tempat dan menunggu bantuan orang lain agar bisa pindah dari satu tempat ke tempat lain. Mereka pun memutar otak dan mencari jalan untuk memudahkan gerak Qian. Akhirnya ditemukan alat bantu yang sangat sederhana : bola basket.


Bola basket dipotong separuh dan diletakkan di bawah tubuh Qian. Agar tidak terlepas dari tubuh, bola basket itu diikat dengan tubuh Qian menggunakan kain. Bola basket itu digunakan untuk menopang tubuh Qian dan menjadi pijakan yang langsung menyentuh tanah. Ia berjalan dengan ke dua tangan sebagai penyangga, dan mengayunkan tubuhnya yang telah dibantali cangkang bola basket tadi.


Dengan alat bantu itu, Qian bisa berjalan kemana ia suka dan tumbuh lebih mandiri. Ia bisa melakukan banyak hal, termasuk kegiatan pribadi tanpa bantuan orang lain. Dengan keadaannya yang tidak sempurna itu, Qian tetap tersenyum. Ia nyaris tidak pernah mengeluh atas takdir yang menimpanya. Ia pun tidak resah ketika orang di sekitarnya menjuluki dirinya sebagai gadis bola basket. Dia memandang masa depan dengan optimis dan selalu bersemangat.


Tetap Semangat


Meski dalam kondisi tidak normal, Qian tetap bersemangat pergi ke sekolah. Ia pulang pergi sendiri dengan bola basket dan penyangga kayu di telapak tangannya. Ia menyusuri jalan menuju sekolahnya yang berada di desanya. Untuk ukuran anak normal, mungkin jarak tempuh itu tidak jauh. Tapi untuk ukuran Qian yang harus menyeret tubuhnya, jarak itu terhitung jauh. Namun, ia acuh dengan itu. Ia tetap bersemangat pergi ke sekolah.


Ia berusaha mengaktualisasikan dirinya. Meski cacat, ia ingin berprestasi dan olahraga menjadi pilihan yang diminatinya.


Awal ketertarikan Qian terhadap olah raga berawal dari ketidaksengajaan. Ceritanya, suatu ketika orangtuanya mengikutsertakan Qian dalam terapi basket untuk meningkatkan daya tahan mental dan fisiknya. Ternyata, terapi itu berhasil. Sejak itu, Qian tumbuh menjadi anak yang percaya diri. Dia tidak pernah minder dengan kekurangannya. Hidupnya dipenuhi hasrat dan impian untuk berprestasi.


Bukan hanya mentalnya yang kuat, ia pun akhirnya lihai bermain basket. Meski tak memiliki sepasang kaki, Qian kecil sangat lincah di lapangan. Penampilan Qian bermain basket di lapangan sangat menginspirasi dan memukau. Ketika tampil di lapangan, kamera wartawan lebih sering menyorotnya.


Mengetahui pemberitaan tentang seorang gadis yang berjalan dengan bola basket dan lihai bermain basket, sekelompok dokter dari China terharu dengan semangat yang luar biasa itu. Setelah para dokter itu berhasil bertemu Qian, mereka kemudian membuatkan sepasang kaki palsu untuknya. 


Tahun 2005, Qian mulai berjalan menggunakan kaki palsu. Qian mengaku senang dengan sepasang kaki palsunya, namun ia mengaku lebih suka menggunakan separuh bola basketnya untuk naik dan turun ke kolam renang. Menurutnya, bola basket lebih memudahkan geraknya ketika di kolam renang.


Perenang Hebat

 
Pada Mei 2007, digelar Olimpiade Anak Cacat di Kunming, China. Qian sangat menyukai acara itu itu. Ia tak pernah absen datang dan menyaksikan olimpiade itu. Ia melihat kekuatan dan kegigihan kaum difabel dalam bertanding. Ia pun terinspirasi.


Setelah perhelatan itu selesai, Qian memutuskan untuk bergabung dengan klub renang khusus. Diantar kedua orang tuanya, ia pergi berkonsultasi pada Zhang Honghu, pelatih yang dikenal telah banyak mencetak juara atlet renang difabel. Zhang Honghu pun menerima Qian. Sejak saat itu, dimulailah babak baru kehidupan Qian.


Di klub renang itu, ia mulai belajar berenang, sesuatu yang tak bisa ia lakukan selama ini. ”Qian Hongyan belajar sangat keras. Ia tak pernah mengeluh selama latihan meskipun ia menghadapi banyak sekali kesulitan di awal-awal,” ujar Zhang Honghu.


Awalnya, Zhang tak banyak menaruh perhatian pada Qian. ”Qian tak punya kaki. Itu ibarat kapal yang tak punya nahkoda. Kapal itu tidak mungkin dapat berjalan baik sesuai aturan,” ujar Zhang. Di sisi lain, Zhang terus mencari solusi. Akhirnya, Zhang menemukan cara. Ia pun membuat latihan khusus untuk membantu Qian menyeimbangkan bahunya.


Qian pun berenang sekira 2000 meter tiap hari. Berlatih dan berlatih, itu yang selalu ia lakukan. Dalam kurun waktu relatif singkat, Zhang dikejutkan dengan kemajuan Qian.


Zhang terkejut bahwa anak yang ia ragukan selama ini ternyata memiliki bakat renang yang hebat. ”Qian adalah perenang yang sangat baik. Namun, sangat melelahkan mengajarinya. Butuh waktu lama dan harus mengulang latihan setiap hari,” jelas Zhang.


Zhang tak yakin Qian dapat menjadi juara dunia. ”Tapi saya dapat mengatakan kalau Qian adalah perenang yang menjanjikan,” ungkap Zhang. ”Keinginan besar kami ialah melatih mentalnya. Kami berharap ia memiliki sifat dan sikap positif dalam menjalankan kehidupan,” tambah Zhang.


Qian tak pernah patah semangat. Semangat juangnya yang tinggi diiringi latihan rutin membuat Qian menembus pelatnas tim renang Cina. 


Sekeping cerita nyata yang menggugah inspirasi kita, untuk kembali memandang diri kita sendiri seraya bertanya: dengan keterbatasan yang kita miliki, masihkah kita akan selalu beralasan tidak bisa dalam banyak hal? Jika Qian, gadis kecil yang hidup hanya dengan separuh tubuhnya, bisa berprestasi dan melakukan banyak hal sebagaimana orang normal lainnya tanpa mengeluh, mestinya kita bisa melakukan lebih banyak dan lebih baik lagi.

(Dari berbagai sumber)

FOTO-FOTO QIAN HONGYAN DALAM BERBAGAI AKTIFITAS:


Qian menggunakan dua sangga kayu untuk menyeret tubuhnya dan tidak mengeluh, walau dia telah gonta ganti bola basket 6 kali.

Keluarganya di Cina miskin dan tidak dapat membeli kaki palsu, maka ia menggunakan bola basket untuk memudahkan gerakannya. Qian Hongyan juga dikenal sbg Basket Ball Girl.



 Menghibur Teman Senasib dan .. Happy aja, Masih Tersenyum menyambut dunia ini..














































Dan dia tetap tersenyum menatap dunia ini..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar