Sabtu, 10 Mei 2014

DI TANGAN ORANG YANG TEPAT, GADIS BUTA-TULI-BISU ITU MENJADI TOKOH PEMBAWA INSPIRASI DUNIA (KISAH SUKSES HELEN ADAMS KELLER & ANNE SULIVAN) - Part 3 (TAMAT)




(Lanjutan dari Part 2)

Anne Sulivan Macy (sumber foto: www.afb.org)
Memasuki tahun 1930, atau setelah 43 tahun Anne Sulivan menjadi guru bagi Helen Keller,  gangguan penglihatan mata Anne semakin parah. Ini sebenarnya penyakit lama yang sudah diderita Sulivan sejak masih anak-anak yang sempat sembuh setelah berkali-kali dilakukan operasi. Namun, seiring dengan bertambah usia yang tidak muda lagi, serta berbagai kesibukan mendampingi Helen Keller yang menyita energi dan pikirannya, rupanya penyakit lama itu kini muncul kembali. Akibat penyakitnya ini, otomatis secara fisik Anne tidak bisa lagi membantu Helen Keller dalam aktifitas-aktifitasnya, baik dalam menyusun tulisan, mengurus penerbitan tulisan-tulisannya, maupun saat berpidato pada berbagai acara. Untuk urusan itu kemudian Polly Thomson menggantikan peran Anne. Untunglah, sebelum fisik Anne melemah ini, ia telah mengajarkan berbagai keahliannya yang berkaitan dengan pekerjaannya mendampingi Helen Keller kepada Polly. Karena itulah kemudian Polly bisa melakukan tugasnya dengan baik.

Meskipun harapan untuk bisa kembali sembuh sangat kecil, namun atas saran Dr. Conrad Berens mereka bertiga kembali ke Irlandia sebagai proses pemulihan fisik Anne yang membutuhkan waktu istirahat yang lama.

Kembali ke Irlandia, tanah kelahiran leluhurnya, Anne merasa tersentuh secara emosional dan ada ikatan batin yang kuat dengan budaya, sejarah maupun politik Irlandia. Karena itu ia merasa sangat tidak nyaman berjalan-jalan dengan mobil mewah Dimler di jalanan di antara kehidupan masyarakat yang miskin, sebagaimana ia juga pernah mengalaminya dulu. Selama libur panjang itu ia benar-benar merasakan kehidupan orang Irlandia yang secara umum hidupnya miskin. Terbayang bagaimana bangsa ini banyak ditinggalkan penduduknya untuk beriimigrasi ke negara lain yang lebih menjanjikan. Terbayang pula bagaimana kesedihan para orang tua yang harus melepas kepergian anak atau  keluarganya yang pergi menuju tanah harapan baru di luar negeri.

Walaupun tujuan utama mereka bertiga ke Irlandia adalah untuk pemulihan fisik Anne, namun sebagai orang yang selalu aktif rupanya membuat mereka tidak bisa tinggal diam dengan berbagai kondisi menyedihkan yang terjadi di tanah leluhur itu. Salah satu kegiatan yang mereka lakukan adalah mencari dana untuk para penderita bisu tuli di Irlandia. Karena itu mereka kerap hadir pada acara lelang binatang ternak yang hasilnya disumbangkan untuk kegiatan menangani masyarakat yang menderita bisu dan tuli.

Anne Sulivan Macy (nomor 5 dari kiri), Polly (no 2), dan Hellen Keller (no 3) menerima penghargaan gelar kehormatan dari Temple University, Philadelphia, Pensylvania, Amerika Serikat. "The Three Musceteer" itu memakai topi dan toga kebesaran seperti halnya pria-pria di jajaran fakultas universitas tersebut. (sumber foto: www.afb.org)
Pada Oktober 1930, Temple University di Philadelphia, Pennsylvania memutuskan untuk memberi penghargaan gelar akademik kehormatan kepada Anne Sulivan dan Helen Keller. Tidak seperti Helen Keller yang dengan bangga menyambut pemberian gelar kehormatan itu, Anne Sulivan sama sekali tidak tertarik pada penganugerahan itu dan kukuh menolaknya. Atas penolakan itu, pimpinan Temple University A. Edward Newton berusaha membujuknya dengan mengirim surat kepada Anne. Namun tetap saja Anne yang keras kepala itu tidak bergeming atas pendiriannya. Newton pun menegaskan bahwa mau atau tidak mau menerima, penghargaan itu tetap akan diberikan kepadanya. Anne pun membalas dengan menegaskan bahwa ia tidak akan datang pada acara penganugerahan itu. Di kalangan para akademisi dan khalayak, semakin kuat ia menolak untuk hadir pada acara itu, justeru semakin banyak perhatian tertuju kepadanya.

Acara penganugerahan itu diadakan pada tahun 1931. Helen Keller yang hadir pada acara itu menerima anugerah gelar akademis kehormatan yang disampaikan oleh Edward Newton. Sementara itu, hal yang mengharukan disampaikan oleh Gubernur Pennsylvania Pinchot, yang hadir juga sebagai penerima gelar kehormatan. Gubernur Pinchot meminta para hadirin yang sependapat bahwa Anne Sulivan Macy layak mendapat gelar kehormatan untuk berdiri. Saat itu seluruh hadirin yang memenuhi auditorium universitas tempat dilangsungkannya pemberian gelar kehormatan itu berdiri semua, kecuali seoang wanita yang tetap duduk di kursinya. Wanita itu tak lain adalah Anne Sulivan, yang secara sembunyi-sembunyi masuk ruang auditorium dari pintu samping, tanpa sepengetahuan Helen Keller maupun Polly.

Setelah beberapa bulan terlewati, akhirnya pada tanggal 16 Februari 1932 Anne Sulivan memutuskan menerima penghargaan gelar kehormatan dari Temple University. Ia mengirimkan sambutan tertulis yang diberi judul Education in the light of present-day knowledge and need?”  ke universitas itu. 

Metode pengajaran yang diterapkan Anne pada waktu itu sulit ditemukan pada institusi pendidikan lain, maupun yang dilakukan para guru privat. Karena sulitnya menemukan reverensi pembanding itu maka metode Anne terutama pada cara dia mengajar Helen Keller hampir tidak pernah mendapatkan kritikan. Namun begitu, pada tahun 1933 seorang psikolog bernama Dr. Thomas D. Cutsforth dalam bukunya yang diterbitkan seara luas mengkritisi tentang metode pengajaran Anne Sulivan pada Helen Keller. Ia mempertanyakan apakah kesuksesannya mendidik Helen Keller itu memang sepenuhnya berkat sistem pengajaran yang diterapkan Anne Sulivan Macy, atau karena Helen sendiri mempunyai potensi diri yang sangat baik, sehingga kemudian Helen Keller menjadi pribadi yang bisa memandang dunia secara luas meskipun matanya buta, menjadi perempuan yang mampu menyerap banyak informasi dan pengetahuan meskipun telinganya tuli, dan mempu menyuarakan pemikiran-pemikirannya meskipun mulutnya bisu. Atas tulisan Cutsforth itu, baik Anne maupun Helen tidak pernah memberikan tanggapan secara terbuka. Walaupun begitu, kelak Helen menolak dinominasikan atas penghargaan M.C. Migel pada tahun 1950.

Pada akhir 1933 kondisi penglihatan Anne semakin memburuk. Demi untuk memulihkan daya Anne, akhirnya ketiga perempuan itu – Anne, Helen, dan Polly – kembali ke Skotlandia. Namun, selama di Skotlandia itu hal lebih buruk terjadi. Anne mengalami semacam gangguan pada kulit yang sangat mempengaruhi kondisi kesehatan fisiknya secara umum. Dan sekembali mereka di Amerika, Anne harus menjalani perawatan di rumah sakit. Kondisi esehatan Anne yang buruk itu menarik simpati berbagai kalangan. Diantaranya dari Alexander Woolcott, seorang penyiar radio dan pengamat drama. Woolcott datang menemui Anne dan membacakan buku untuknya.

Kondisi yang tak banyak berubah setelah perawatan di rumah sakit, akhirnya Anne memilih untuk pulang ke rumahnya di Forest Hill, New York City.

Satu hal yang menarik terjadi pada tahun 1935. Pada waktu itu, rumah mereka di Forest Hill tidak jauh dari jalan yang banyak dilewati truk-truk besar pengangkut material untuk proyek pembangunan Taman Kota New York. Truk-truk itu mengeluarkan suara yang sangat bising dan menyebabkan getaran yang cukup mengganggu ketenangan para pemukim yang tidak jauh dari jalan tersebut. Kondisi ini sangat tidak baik untuk proses penyembuhan kesehatan Anne Sulivan. Atas kondisi yang buruk itu, M.C. Migel – seorang pilantropis yang sangat peduli pada masalah-masalah kebutaan, terutama veteran Perang Dunia I yang kelak juga menjadi tokoh penting di American Foundation for Blinds (AFB) – mengirim surat kepada Robert Moyes, Komisioner Taman Kota New York. Migel memohon kepada komisioner agar mengalihkan rute truk-truk yang sangat mengganggu itu. Permintaan itu dikabulkan. Dengan cepat truk-truk itu dialihkan ke jalur lain yang lebih jauh dari Forest Hill.

Dalam biografinya yang ditulis oleh Nela Braddy Henney, Anne mengungkapkan kegalauannya atas kondisi di usia senja nya. Dia bertanya-tanya, adakah para orang lanjut usia itu merasakan bahagia? Tentunya mereka menginginkannya. Namun jika mereka pernah mengingat bagaimana mereka dulu saat muda, mereka sedih dengan kondisinya sekarang. Anne tidak suka harus menjadi tua dan kemudian pada akhirnya mati. Baginya hanya yang muda dan yang hidup lah yang bisa dikatakan indah. Hal yang makin terasa tidak indah adalah karena ketiadaan keturunan yang mestinya menjadi penerus ketika hidupnya harus berakhir.

Sesungguhnya, nyaris seluruh kehidupan Sulivan Macy yang begitu berarti dia curahkan untuk pendidikan dan keberhasilan seorang Helen Keller, satu-satunya siswa kesayangannya. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, akankah Sulivan Macy mau memilih jalan hidup yang berbeda andaikan dia punya pilihan ( karir ) lain daripada menghabiskan seluruh hidupnya pada seorang Helen Keller? Pada tahun 1890 an, John D. Wright menyebutkan bakat-bakat menarik lainnya Sulivan Macy antara lain pada musik dan seni pahat. Selain itu Macy juga seorang penunggang kuda yang luar biasa, kendati ada masalah dengan penglihatannya. Di bidang sastra, Anne Sulivan juga mempunyai bakat yang sangat baik, terutama pada penulisan puisi. Surat-surat yang ia tulis serta esay-esaynya menyiratkan bahwa ia sangat piawai dalam hal menulis. Dengan begitu banyak bakat menarik yang ia miliki, sebenarnya ia mempunyai banyak pilihan jika ia mau. Namun rupanya ia bukanlah orang yang yakin bahwa manusia bisa memilih kehidupannya sendiri. Terlihat dari pemikiran-pemikirannya dalam biografi yang ditulis Nela Braddy bahwa ia seorang fatalism, sekalipun dia tidak pernah percaya agama.

Dalam biografinya ia menyebutkan :
 “ jika Anda dilahirkan lagi dan mengawali hidup kembali, akankah Anda menempuh jalan hidup yang sama?” Akankah saya menjadi seorang guru? Jika aku hidup lagi untuk ke dua kalinya, saya mungkin mengambil pilihan kecil ini untuk berkarir seperti halnya yang telah saya pilih saat ini. Menurutku, bukan kita yang memilih takdir kita, tapi takdirlah yang memilih kita.

Tahun 1936 kondisi kesehatan Anne makin memburuk. Bola mata yang masih menyisakan penglihatan yang dioperasi pada April tahun itu menyebabkan rasa nyeri, dimana kemudian dia juga didiagnosa mengalami nyeri lambung serta kondisi lemah badan akibat usia tua. Berbagai perjalanan dia tempuh untuk pengobatannya, diantaranya ke Kanada dan Long Island Barat, namun tak juga bisa membantu penyembuhannya. Dan akhirnya Anne Sulivan Macy yang tegar itu pun roboh dan kembali menjalani perawatan intensif di rumah sakit karena mengalami pembekuan darah di dalam pembuluh darahnya.

Kesedihan Helen atas sakitnya sang guru ia ungkapkan dalam tulisan yang ia ketik pada lembar kertas surat dari Doctors Hospital, New York City, tempat Sulivan Macy dirawat, pada 1936 :

“ Selama lima puluh tahun, Anne Sulivan Macy, guru ku tercinta, telah menjadi lentera hidupku. Saat ini beliau sedang sakit, dan kegelapan yang aku alami telah juga menimpanya. (Namun) cahaya cintanya masih menerangi kegelapan yang menyelimuti kami. Dan kami pun bahagia. Helen Keller “

Seperti keyakinan Anne bahwa manusia tak bisa memilih takdirnya, akhirnya pada 20 Oktober 1936 Anne Sulivan Macy tak bisa menolak takdir bahwa hidupnya harus berakhir. Anne Sulivan Macy, guru yang luar biasa, dengan hanya 1 orang murid yang tumbuh menjadi manusia yang menginspirasi dunia, itu telah wafat.

Sebelum meninggal, rupanya ia telah menyusun tulisan kepada Polly yang di situ ada kutipan pesan sebagai berikut:

“Selamat berpisah John Macy, segera kita akan bersama lagi,  selamat berpisah, aku mencintaimu.

Aku mengharapkan cinta, aku kesepian. Kemudian hadirlah Helen dalam hidupku. Aku mengharap kasihnya, dan aku pun menyayanginya. Kemudian datang Polly. Aku mencintai Polly, dan kita bersama amat bahagia, Polly-ku…Helen-ku. Anak-anak sayang, kita bertemu untuk bersama dalam harmoni.

Jimmy ku, aku taruh bunga ini di wajahmu, jangan jauhkan ia dariku. Aku mencintainya, dia segalanya dalam hidupku.

Polly akan mendampingi Helen. Mungkin kata-katanya tak akan menjadi begitu brilian setelah bertahun berlalu seperti yang orang-orang pikir, namun bimbingan tanganku tak akan berada di sana untuk mengatasi apa yang mesti diatasi. 

Syukurlah, aku berikan hidupku yang membuat Helen bisa hidup. Tuhan yang akan membantunya ketika aku telah pergi. “

Anne Sulivan Macy, seorang guru yang telah “membentuk” Helen Keller telah pergi, meninggalkan sang murid dan Polly, yang kemudian menggantikan posisinya mendampingi Helen dalam banyak hal. Kesedihan tak hanya dirasakan Helen Keller, yang baginya Anne Sulivan Macy adalah cahaya hidupnya yang diliputi kegelapan, maupun Polly, tetapi juga seluruh Amerika dan juga dunia. 

Jenazah Anne dikremasi dan abunya disimpan di Katedral Nasional Washington DC. Dia lah wanita pertama yang menerima kehormatan seperti itu, atas jasa-jasanya semasa hidupnya. Momen-momen penting dan ironis tak bisa lepas dari kisah hidupnya, sekalipun ia telah tiada. Seorang anak perempuan dari imigran Irlandia yang miskin, yang berjuang keras atas hidupnya untuk bisa keluar dari dunia yang kelam dan kejam saat masa kanak-kanaknya, berjuang membantu manusia lain yang mengalami kebutaan, hingga memperolah penghargaan dalam skala nasional Amerika, bahkan memukau dunia.

Cerita tentang jasa dan kehidupan Sulivan Macy tak bisa hilang dari kehidupan dan kultur Amerika. Kisah tentang Anne banyak yang diadaptasi sebagai tokoh komik, drama, dan film. Komik tentang Sulivan Macy diterbitkan pada 1945 sebagai Wonder Woman. Sedangkan filmnya The Mirecle Worker, yang diadaptasi dari kehidupan Helen muda ditayangkan di bioskop-bioskop seluruh dunia.

Pada musim gugur tahun 2003, berpuluh tahun setelah kematiannya, Anne Suliven Macy diperkenalkan kepada the National Woman’s Hall of Fame di Seneca Falls, New York, yaitu suatu organisasi yang konsen untuk mengabadikan perempuan-perempuan yang mempunyai kontribusi tinggi pada kemajuan Negara. Regina Genwright – yang kemudian menjabat sebagai direktur AFB Information Center – menerima penghargaan itu mewakili Ane sekaligus memberikan sambutan atas nama mendiang  Sulivan Macy.

Sepeninggal Sulivan Macy, Helen Keller tidak larut dalam kesedihan. Bersama dengan Polly Thompson yang setia mendampinginya ia melanjutkan aktifitasnya pada misi sosial menangani orang-orang yang mengalami masalah dengan penglihatannya. Ia sangat peduli atas penghidupan orang-orang penyandang buta dan tuli. Kepeduliannya terhadap mereka yang di luar negeri pun sama seperti halnya ia peduli kepada mereka yang berada di dalam negeri Amerika.

Pada tahun 1946 ketika American Braille Press menjadi American Foundation for overseas Blind (sekarang Helen Keller International). Helen Keller diangkat sebagai konselor untuk hubungan internasional. Ini menjadi awal baginya melakukan tour keliling dunia demi orang-orang yang telah kehilangan daya lihatnya.

Antara tahun 1946 sampai 1957, ia telah melakukan tujuh kali tour dunia dengan mengunjungi 35 negara. Dalam tour itu ia telah bertemu berbagai tokoh dunia seperti Winston Churchil, Jawaharlal Nehru dan Golda Meir.

Di tahun 1948 Helen Keller diutus ke Jepang oleh Jendral Douglas Mac Arthur sebagai Duta America’s first Goodwill. Ingat, waktu itu Amerika dan Jepang baru saja mengakhiri permusuhan mereka dalam Perang Dunia II, yang berakhir pada tahun 1945 dengan takhluknya Jepang kepada sekutu yang dimotori Amerika. Kunjungan Helen Keller ini meraih sukses yang luar biasa. Tidak kurang dari 2 juta orang Jepang datang untuk bertemu dengannya. Kehadirannya benar-benar menarik perhatian  terutama bagi masyarakat Jepang yang menderita kebutaan, maupun kekurangan fisik (cacat) lainnya.

Satu tour terpanjang yang ia lakukan adalah tour ke Asia pada tahun 1955, dimana ia menempuh jarak tidak kurang dari 40.000 mil rute perjalanan, selama 5 bulan. Itu  bukan saja tour terpanjangnya, tapi juga terberat yang ia lakukan dengan penuh kegigihan. Namun yang selalu membuatnya bangga adalah bahwa dimanapun ia dating, selalu mendapat sambutan yang luar biasa dan membawa motivasi maupun inspirasi bagi kalangan orang-orang cacat fisik, terutama yang buta dan tuli.

Karena aktifitasnya yang luar biasa bagi umat manusia yang menderita cacat fisik itu, dan menjadi termasyur kisah hidupnya sejak usia 8 tahun hingga akhir hayatnya, Helen menjadi termsyur bersama teman dan kenalan-kenalannya yang merupakan tokoh-tokoh ternama akhir abad 19 hingga abad 20. Mereka antara lain Eleanor Roosevelt, Will Rogers, Albert Einstein, Emma Goldman, Eugene Debs, Charlie Chaplin, John F. Kennedy, Andrew Carnegie, Henry Ford, Franklin D. Roosevelt, Dwight D. Eisenhower, Katharine Cornell, dan Jo Davidson.

Helen Keller juga tercatat menerima banyak penghargaan dunia. Antara lain gelar Doktor Kehormatan dari Temple dan Harvard University di dalam negeri Amerika. Di Eropa penghargaan ia terima dari Glasgow dan Berlin University. Di India ia mendapatkan penghargaan dari New Dehli University. Sementara itu Witwatesrand University di Afrika Selatan juga memberi penghargaan serupa. Selain itu, kisah hidupnya yang menginspirasi dalam Her Story memperoleh penghargaan kehormatan Academy Award (piala Oscar) pada tahun 1955

Pada tahun 1960 ia menderita stroke. Pada tahun itu pula sahabat terbaiknya, Polly Thompson meninggal dunia. Kembali ia kehilangan seseorang yang menjadi mata untuk melihat, mulut untuk berbicara dan telinga untuk ia bisa mendengar. Mulai tahun 1961 dan seterusnya ia menjalani hidup yang tenang di Arcan Ridge, rumahnya yang di Westport, Connecticut. Seperti kita ketahui, selama hidup Helen telah berpindah-pindah rumah utama selama empat kali.
Terakhir kali Helen hadir pada pertemuan besar adalah pada meeting Lions Club International Foundation, Washington D.C. di tahun 1961. Di acara itu ia menerima penghargaan Lions Humanitaran Awards atas pengabdian seumur hidupnya pada pelayanan kemanusiaan dan  kontribusi inspiratifnya yang digunakan oleh Lions Club International Foundation pada program-program bantuan dan perlindungan bagi orang buta. 

Helen Keller meninggal pada 1 Juni 1968 di rumahnya Arcan Ridge, beberapa minggu sebelum ulang tahunnya yang ke 88. Abu kremasinya disemayamkan di Chapel St. Yoseph, Washington Cathedral, bersebelahan dengan abu dua karibnya yang telah lebih dahulu meninggal: Anne Sulivan Macy dan Polly Thompson.

“Dia akan tetap hidup, satu dari sedikit nama yang abadi, bukan lahir untuk mati. Semangatnya akan tetap bertahan selama orang bisa membaca dan kisah-kisahnya bisa dituturkan atas seorang wanita yang telah membuka mata dunia bahwa tak ada yang bisa membatasi keberanian dan keyakinan,” kata Senator Lister Hill of Alabama dalam sambutannya atas kepergian Helen Adam Keller.

Kata-kata besar yang selalu menginspirasi banyak orang adalah yang ia tulis dalam bukunya The Open Door, 1957, yang menunjukkan bahwa  keadaannya yang buta tuli dan bisu itu tidak sama sekali membuatnya pasrah dan kehilangan harapan atas hidupnya yang panjang:

"I will not just live my life. I will not just spend my life. I will invest my life."   
(Akut tak ingin sekedar hidup bagi hidupku. Aku tak ingin hanya menyelesaikan hidupku. Aku ingin mendarmakan hidupku.)

SELESAI

Ditulis kembali oleh Alden Praptono
@Alden_Praptono
Dihimpun dari berbagai sumber. 
Referensi utama: www.afb.org

2 komentar:

  1. Alhamdulillah, akhirnya bisa menuntaskan tulisan ini. Sebenarnya bagian terakhir tulisan ini bisa selesai akhir tahun 2013 lalu, namun karena flashdisk tempat file saya mengetik hilang di suatu tempat, bersama tulisan -tulisan lain yang sudah saya siapkan, akhirnya saya mesti menulis ulang lagi bagian ini. Agak malas awalnya. makanya tertunda sampai berbulan-bulan. Namun, belajar dari Helen Keller yang tak pernah menyerah, meskipun harus menulis ulang karyanya yang terbakar dan akhrinya menjadi buku juga, maka saya tulis kembali tulisan ini sebagai bagian terakhir dari kisah Helen Keller dan Anne Sulivan Macy dalam blog saya ini. Mohon maaf jika masih ada kekurangan di sana sini, silahkan kasih kritik, saran dan masukan . terima kasih.

    BalasHapus