Lelaki
yang sudah tidak muda lagi ini namanya cukup sering menghiasi berbagai media
masa di Indonesia, baik media konvensional maupun online. Jika dulu dia lebih
dikenal sebagai pengusaha di bidang index saham dan investasi, dan mempunyai
andil yang tidak kecil pada perkembangan pasar modal di negeri ini, maka dalam
beberapa tahun belakangan ini dia lebih banyak dikenal lagi karena dibalik
kesuksesan bisnisnya, dia mempunyai kisah hidup pribadi yang mengharukan dan patut
menjadi inspirasi bagi semua suami di dunia ini.
Nama
lengkapnya Eko Pratomo Suyatno, tapi lebih sering disebut Suyatno saja.Usianya
mungkin sudah menginjak 60 tahun.Dia merupakan pemilik sebuah perusahaan besar
di bidang investasi reksadana yang cukup bagus reputasinya di negeri ini.Sebagai
seorang pengusaha sukses, dia dan keluarganya mempunyai kehidupan yang cukup
baik. Perkawinannya dengan isteri tercinta lebih dari 30 tahun yang lalu juga
sangat bahagia, dan telah mendapatkan 4 orang anak yang kini telah tumbuh
dewasa semua.
Kehidupan
rumah tangganya yang bahagia itu mendapatkan cobaan berat sesaat setelah isterinya
melahirkan anak ke empatnya. Setelah melahirkan, tiba-tiba ke dua kakinya
lumpuh tidak bisa digerakkan. Kondisi itu berlangsung hingga 2 tahun.
Kondisinya kemudian bukannya membaik, pada tahun berikutnya justeru kelumpuhan itu terjadi pada seluruh
tubuhnya. Lidahnya tidak bisa digerakkan, otomatis juga tidak bisa berbicara.
Satu-satunya cara berkomunikasi dengan orang lain hanya dengan menggunakan
bahasa isyarat mata.
Menghadapi
kondisi isterinya yang seperti itu, Pak Suyatno tetap tabah dan dengan sabar
merawat dan mengurusi segala keperluan isterinya. Dia ingin menunjukkan cinta
yang sesungguhnya kepada isterinya yang sekarang lumpuh itu dengan cara
mengurus langsung semua kebutuhan isterinya, walaupun sebenarnya dia bisa
membayar seseorang untuk melakukan semua itu. Namun kebesaran cinta pada
isterinya membuat dia tetap kuat dan setia melayani isterinya.Sedangkan
pembantu-pembantu yang ada ditugaskan untuk mengurus kebutuhan rumah tangga
seperti mencuci, memasak, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan rumah tangga.
Sedangkan mengurusi isteri dan keempat anaknya dia lakukan sendiri, karena
memang secara otomatis dia juga berperan sebagai ibu bagi ke empat anaknya.Pak Suyatno merawat anak-anaknya seperti halnya yang dilakukan
istrinya di kala sehat, antara lain menyiapkan sarapan dan baju seragamnya,
juga menemani mereka bermain dekat dengan ibunya.
Sebelum
berangkat ke tempat usahanya setiap hari, Pak Suyatno selalu menyempatkan diri
memandikan, membersihkan kotoran, menggantikan pakaian dan menyuapi isteri
tercintanya. Agar sang isteri tidak kesepian saat ditinggal, dia dekatkan sang
isteri pada sebuah televise di ruangannya.
Walau istrinya tidak
dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum. Untunglah tempat usaha
pak Suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya sehingga siang hari dia pulang
untuk menyuapi istrinya makan siang. Sorenya dia pulang memandikan istrinya,
mengganti pakaian dan selepas maghrib dia temani istrinya nonton televisi
sambil menceritakan apa-apa saja yang dia alami seharian.
Meski istrinya hanya bisa memandang tanpa bisa menanggapi, Pak Suyatno dengan setia mengajak istrinya duduk di belakang dia saat Pak Suyatno shalat, seperti sedang berjamaah. Ia-pun sering mengajak istrinya mengaji atau mendengarkan Pak Suyatno mengaji dan juga mengajak sang istri berzikir, meski hanya dalam hati. Semuanya itu dijalani Pak Suyatno dengan ikhlas dan ia sudah cukup senang bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap hari, agar istrinya tersenyum.
Rutinitas ini sudah dilakukan pak Suyatno selama 25 tahun, dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke empat buah hati mereka, sekarang anak-anak mereka sudah dewasa dan sudah menjadi Sarjana, tinggal si bungsu yang masih duduk di bangku kuliah.
Pada suatu hari ke empat anak suyatno berkumpul dirumah orang tua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah mereka menikah sudah tinggal dengan keluarga masing-masing dan pak Suyatno memutuskan untuk merawat sendiri ibu mereka. Yang dia inginkan hanya satu semua anaknya berhasil.
Dengan kalimat yang cukup hati-hati anak yang sulung berkata ” Pak kami ingin sekali merawat ibu, semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak………bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu”.
Dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata-katanya, “Sudah yang keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibu pun akan mengijinkannya.Kapan Bapak menikmati masa tua Bapak dengan berkorban seperti ini? Terus terangi kami sudah tidak tega melihat bapak, kami janji kami akan merawat ibu sebaik-baiknya secara bergantian kalau bapak menikah lagi”.
Meski istrinya hanya bisa memandang tanpa bisa menanggapi, Pak Suyatno dengan setia mengajak istrinya duduk di belakang dia saat Pak Suyatno shalat, seperti sedang berjamaah. Ia-pun sering mengajak istrinya mengaji atau mendengarkan Pak Suyatno mengaji dan juga mengajak sang istri berzikir, meski hanya dalam hati. Semuanya itu dijalani Pak Suyatno dengan ikhlas dan ia sudah cukup senang bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap hari, agar istrinya tersenyum.
Rutinitas ini sudah dilakukan pak Suyatno selama 25 tahun, dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke empat buah hati mereka, sekarang anak-anak mereka sudah dewasa dan sudah menjadi Sarjana, tinggal si bungsu yang masih duduk di bangku kuliah.
Pada suatu hari ke empat anak suyatno berkumpul dirumah orang tua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah mereka menikah sudah tinggal dengan keluarga masing-masing dan pak Suyatno memutuskan untuk merawat sendiri ibu mereka. Yang dia inginkan hanya satu semua anaknya berhasil.
Dengan kalimat yang cukup hati-hati anak yang sulung berkata ” Pak kami ingin sekali merawat ibu, semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak………bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu”.
Dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata-katanya, “Sudah yang keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibu pun akan mengijinkannya.Kapan Bapak menikmati masa tua Bapak dengan berkorban seperti ini? Terus terangi kami sudah tidak tega melihat bapak, kami janji kami akan merawat ibu sebaik-baiknya secara bergantian kalau bapak menikah lagi”.
Pak Suyatno menjawab
hal yang sama sekali tidak diduga oleh anak-anak mereka, “Anak-anakku ………,
terima kasih atas saran kalian. Hanya saja bapak punya prinsip yang tidak dapat
ditawar lagi. Bagi bapak, jikalau perkawinan dan kehidupan di dunia ini hanya
untuk memenuhi nafsu kita, terutama nafsu birahi mungkin bapak akan menikah lagi
sudah sedari dulu……Tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian disamping bapak,
bagi bapak itu sudah lebih dari cukup. Dia telah melahirkan kalian.. “ Sejenak
kerongkongannya tersekat,” Anakku, kalian yang selalu bapak dan ibu rindukan
hadir didunia ini dengan penuh cinta yang tidak satupun dapat menggantinyai
dengan apapun. Coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaanya
seperti ini?. Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah batin bapak bisa
bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya sekarang?Kalian menginginkan bapak
yang masih diberi Allah swt kesehatan dirawat oleh orang lain? Bagaimana dengan
ibumu yang masih sakit? Jujur saja nak, bapak tidak sampai hati, meninggalkan
ibumu” kali ini ada tetesan air mata di sudut mata Pak Suyatno. Seketika meledaklah
tangis anak-anak pak Suyatno, kemudian merekapun melihat juga butiran-butiran bening
jatuh dipelupuk mata ibunya, yang dengan pilu ditatapnya mata sang suami yang
sangat setia dan sangat dicintainya itu..
Akibat kesetiannya selama puluhan tahun tersebut, sampailah akhirnya pak Suyatno diundang oleh Metro TV untuk menjadi nara sumber pada acara Kick Andy. Di acara itu mereka mengajukan pertanyaan kepada Pak Suyatno, bagaimana beliau mampu bertahan selama 25 tahun merawat istrinya yang sudah tidak bisa apa-apa itu? Mengingat waktu tersebut bukan waktu yang pendek untuk menguji batas kesabaran dan ketabahan manusia biasa.
Pada saat itulah meledak tangis beliau dengan tamu yang hadir di studio. Kalau boleh menebak, tangis Pak Suyatno bukanlah karena beban dia yang berat selama bertahun-tahun itu, melainkan karena membayangkan penderitaan isteri tercintanya yang tak kunjung berakhir setelah lebih dari seperempat abad berlalu. Kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru, lalu disitulah Pak Suyatno bercerita.
“Bagi saya, jika manusia di dunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau berkorban dengan memberi ( memberi waktu, memberi tenaga, pikiran dan perhatian ) adalah hanya kesia-siaan belaka. Sejak dulu saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dengan tekad kita akan bersama dalam suka maupun duka, hingga Allah swt memanggil kita. Saya tidak akan dapat melupakan jasa-jasa besar istri saya sewaktu dia sehat, diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan batinnya. Ia juga telah memberi saya 4 orang anak yang lucu-lucu, saleh dan pinter. Di mata saya, ia sehat dan masih cantik seperti 30 tahun yang lalu. Saya tidak pernah menganggapnya lumpuh. Saat saya menyuapinya, saya rasakan sama seperti saat saya menyuapinya kala kita berbulan madu. Saat saya menggendongnya untuk naik dan turun dari tempat tidur, saya merasakan seperti saat kita masih berbulan madu. Setiap kali saya melihat wajahnya, sama seperti kala saya melihatnya di kala kami pacaran atau seperti saat saya memandangnya waktu kami berbulan madu"
Akibat kesetiannya selama puluhan tahun tersebut, sampailah akhirnya pak Suyatno diundang oleh Metro TV untuk menjadi nara sumber pada acara Kick Andy. Di acara itu mereka mengajukan pertanyaan kepada Pak Suyatno, bagaimana beliau mampu bertahan selama 25 tahun merawat istrinya yang sudah tidak bisa apa-apa itu? Mengingat waktu tersebut bukan waktu yang pendek untuk menguji batas kesabaran dan ketabahan manusia biasa.
Pada saat itulah meledak tangis beliau dengan tamu yang hadir di studio. Kalau boleh menebak, tangis Pak Suyatno bukanlah karena beban dia yang berat selama bertahun-tahun itu, melainkan karena membayangkan penderitaan isteri tercintanya yang tak kunjung berakhir setelah lebih dari seperempat abad berlalu. Kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru, lalu disitulah Pak Suyatno bercerita.
“Bagi saya, jika manusia di dunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau berkorban dengan memberi ( memberi waktu, memberi tenaga, pikiran dan perhatian ) adalah hanya kesia-siaan belaka. Sejak dulu saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dengan tekad kita akan bersama dalam suka maupun duka, hingga Allah swt memanggil kita. Saya tidak akan dapat melupakan jasa-jasa besar istri saya sewaktu dia sehat, diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan batinnya. Ia juga telah memberi saya 4 orang anak yang lucu-lucu, saleh dan pinter. Di mata saya, ia sehat dan masih cantik seperti 30 tahun yang lalu. Saya tidak pernah menganggapnya lumpuh. Saat saya menyuapinya, saya rasakan sama seperti saat saya menyuapinya kala kita berbulan madu. Saat saya menggendongnya untuk naik dan turun dari tempat tidur, saya merasakan seperti saat kita masih berbulan madu. Setiap kali saya melihat wajahnya, sama seperti kala saya melihatnya di kala kami pacaran atau seperti saat saya memandangnya waktu kami berbulan madu"
Pak Suyatno kemudian
melanjutkan,"Sekarang dia dalam kondisi sakit setelah melahirkan anak
kami. Ia telah berkorban untuk cinta kami bersama. Bagi saya kondisi itu
merupakan ujiandari Allah bagi saya atas cinta kami berdua. Apakah saya dapat
memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Dalam kondisi ia sehatpun
belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sedang dalam keadaan sakit.
Tidak, tidak, bahkan berpikir untuk itupun saya tidak mau. Biarlah saya ikhlas
menjalani takdir Allah ini, saya yakin "Gusti Allah ora sare", Tuhan
tidak pernah tidur. Sekecil apapun yang saya berikan kepada istri saya dan
anak-anak, saya niatkan hanya untuk ibadah saya kepada Allah swt. Dan saya
yakin Allah pasti akan memperhitungkan apapun yang kita perbuat, sekecil
apapun. Saya berusaha mengikuti Rasulullah, tauladan saya yang mencintai dan
melayani istrinya, bukan hanya dilayani. Sekarang ini harapan saya hanya satu,
ijinkan saya merawat istri saya yang sangat saya cintai hingga Allah memanggil
salah satu diantara kita. Kalapun ia dipanggil lebih dulu, saya bertekad untuk
tetap mencintainya dan tidak akan menikah lagi. Istri saya adalah cinta dunia
dan akhirat saya. Kalau Allah mengizinkan kami masuk surga, Insya Allah, saya
menginginkan ia jadi Bidadari saya di Surga”
Kali ini Pak Suyatno sama sekali tidak menangis, justru penontonlah yang menangis.
Kali ini Pak Suyatno sama sekali tidak menangis, justru penontonlah yang menangis.
Rasa cinta yang dalam kepada isterinya, membuat Pak Suyatno tetap kuat merawat dan mendampingi isterinya yang lumpuh hingga 25 tahun berlalu. Dalam waktu yang lama itu, tak sekalipun terbersit untuk meninggalkannya, apalagi mencari isteri lagi. Sungguh sangat sulit menemukan sosok yang seperti Pak Suyatno, yang betul-betul bagai malaikat bagi isterinya yang dalam penderitaan panjang. Teladan yang sangat baik bagi semua lelaki di manapun berada. Semoga Allah Swt. selalu melimpahkan rahmatNya kepada Pak Suyatno dan keluarganya. Amiin.
Gambar dan cerita tidak bersesuaian mas Alden Praptono. Foto itu Dian Syarief, dan Eko Priyo Pratomo keduianya mendirikan yayasan SYamsi Dhuha untuk para penederita penyakit Lupus.
BalasHapusTerima kasih informasinya. Segera akan saya lakukan perbaikan. Salam
BalasHapussip, cerita di foto itu ini mas Alden,
BalasHapushttp://kadocintaindah.blogspot.com/2010/01/miracle-of-love-from-dian-syarif.html
sekali lagi, terima kasih atas informasi yg bagus. sya bisa banyak belajar lgi, baik dari penulisan, maupun isi cerita yg ada di dalamnya. :)
HapusTerimakasih, sgt inspiratif....semoga kami bs mengikuti jejak Beliau amin ya Robb
BalasHapusTerimakasih, sgt inspiratif....semoga kami bs mengikuti jejak Beliau amin ya Robb
BalasHapusamiin. sama2 mbak Yani Sumiana. terima kasih udh mampir di blog saya
HapusSabar itu tidak ada keluh kesah dan erang
BalasHapus