Jumat, 22 Juni 2012

PAK DULLAH, SANG PENGUSAHA YANG “BERKONGSI” DENGAN TUHAN


Suatu hari di ruangan kantor kerja saya datang seorang customer langganan kami. Dia seorang pengusaha keturunan etnis Arab yang sudah cukup berumur, yang sebenarnya sudah lama menjadi pelanggan bagi perusahaan kami.

Pada obrolan-obrolan ringan bersama manajer kami yang menerima dia, akhirnya dia bercerita mengenai sosok Pak Dullah almarhum (Abdullah MZ) pendiri PT Tiga Serangkai yang kemudian berkembang menjadi group perusahaan besar dengan anak perusahaan yang banyak, salah satunya perusahaan tempat saya bekerja saat ini.

Sang pengusaha itu mengaku mengenal cukup baik sosok Pak Dullah dan banyak belajar dari beliau. Salah satu kejadian yang tidak pernah dia lupakan adalah perbincangan dia dengan almarhum pada suatu ketika – bertahun-tahun yang lalu – mengenai rahasia sukses menjadi pengusaha. Waktu itu dia masih seorang pemuda dan baru memulai suatu usaha.

“Suatu ketika saya bertanya kepada beliau,” kata pengusaha itu , “Pak, apa sih resepnya agar bisa terus kaya seperti Bapak?”

Pada waktu itu memang Pak Dullah sudah terkenal sebagai pengusaha sukses cukup lama di Kota Solo dan sekitarnya. Karena itu banyak pengusaha muda yang ingin menimba ilmu sukses kepada beliau.

“Mengapa Anda menanyakan hal itu kepada saya?” Pak Dullah balik bertanya.

“Karena saya tahu Bapak sudah sukses, dengan banyak harta dan kekayaan, dan bertahan cukup lama. Banyak pengusaha lain yang kesuksesannya tidak bertahan lama seperti Bapak. Ijinkan saya belajar kepada Bapak,” jawab sang pengusaha muda.

“Begini... Anda percaya akan Tuhan?” kembali Pak Dullah menanyakan hal yang bagi pengusaha muda itu seperti tidak nyambung dengan pertanyaannya, dan cenderung muter-muter belum ketahun arahnya.

“Tentu saya percaya,” jawabnya kemudian.

“Anda muslim?” bertanya lagi Pak Dullah, dan segera dijawab pengusaha muda itu,”ya, saya muslim.”

“Dan akan tetap muslim selamanya?” masih juga Pak Dullah mengajukan pertanyaan.

“Tetap muslim selamanya,” jawab sang pemuda dengan mantap.

“Andaikan Anda saya tawari untuk berkongsi (bekerja sama) dengan saya bagaimana? Anda mau?” tanya Pak Dullah yang belum juga memberi jawaban secara jelas apa yang ditanyakan pengusaha muda itu.

“Tentu saya mau,” jawabnya tanpa ragu.

“Kenapa?” tanya Pak Dullah kemudian.

“Karena Bapak memiliki banyak harta, perusahaan besar, dan sumber daya lain yang melimpah. 

Berkongsi dengan Bapak yang sudah sangat kuat itu tentu memberi jaminan akan kesuksesan usaha kerja sama kita ini,” kata pengusaha muda tersebut memberi alasan.

“Baiklah. Kalau berkongsi dengan pengusaha seperti saya saja Anda yakin akan sukses, bagaimana jika ada yang jauh lebih kuat, lebih kaya bahkan Maha Kaya menyuruh Anda untuk bekongsi, apakah Anda mau juga?” jawaban Pak Dullah lagi-lagi berakhir dengan pertanyaan yang harus dijawab pengusaha muda itu.

Meskipun agak kurang paham bener maksud Pak Dullah, pengusaha muda itu menjawab juga,”tentu saya mau.”

“Apakah Anda yakin juga bahwa Anda akan sukses juga?” dengan tatapan serius Pak Dullah kembali bertanya.

“Yakin Pak, jika memang dia itu sangat kaya. Siapa dia itu Pak?” jawab pemuda itu yang dilanjutkan dengan pertanyaan, karena tidak sabar dengan pertanyaan-pertanyaan Pak Dullah yang belum terlihat kaitannya atas jawaban dari pertanyaan yang dia ajukan.

“Dia-lah yang Maha Kaya, Yang Maha Kuasa dan memiliki segalanya. Dia-lah Allah, Tuhan kita. Dengan Dia saya berkongsi, karena itu saya bisa menjadi kaya terus menerus. Jika Anda percaya berkongsi dengan yang Maha Kaya itu akan menjamin kesuksesan Anda, Anda tidak perlu lagi berkongsi dengan saya. Itulah rahasia saya...” jawab Pak Dullah yang akhirnya menjawab apa yang ditanyakan sang pengusaha muda.

“Tapi bagaimana caranya?” tanya pengusaha muda kebingungan.

“Sebuah perkongsian tentunya ada bagi hasil jika sudah menghasilkan, betul?” akhirnya Pak Dullah mulai menjelaskan hal yang bersifat tekhnis, dan ini yang ditunggu-tunggu sang pemda.

“Sebagaimana sebuah kerja sama, Anda juga mesti mau membagi keuntungan Anda dengan kongsi Anda, yaitu Allah. Selama ini saya membagi keuntungan yang saya dapatkan separuh untuk saya, dan separuh untuk Allah. Yang untuk saya tentu saya gunakan untuk kebutuhan saya, keluarga, juga untuk membesarkan perusahaan. Sedangkan separohnya yang untuk Allah saya salurkan kepada kegiatan-kegiatan yang sifatnya untuk menegakkan seruan dan agama Allah. Jika Anda lakukan itu, InsyaAllah Anda akan menjadi kaya dalam waktu yang lama.”

Pemuda itu terdiam mendengar penjelasan Pak Dullah tersebut, namun dalam hati sungguh takjub, dan membenarkan apa katanya.

Melihat pemuda itu diam, Pak Dullah melanjutkan,”untuk awalnya tidak harus berbagi lima puluh lima puluh, tapi coba dengan 95% untuk Anda dan 5% untuk Allah. Jika itu bisa Anda lakukan dengan ikhlas dan usaha Anda mulai berkembang, bertahap nanti Anda tingkatkan bagi hasilnya sampai kemudian Anda mampu berbagi lima puluh lima puluh.”

Begitulah rupanya resep Pak Dullah dalam mencari kekayaan. Berkongsi dengan Tuhan. Hal yang kedengarannya aneh, namun tidak bagi orang-orang yang percaya dan yakin bahwa harta benda, rezeki, kekayaan dan semuanya itu milik Tuhan.

Pengusaha muda itu belajar untuk mengikuti saran Pak Dullah secara bertahap. Dan seperti yang dia ceritakan, perlahan pula usahnya terus berkembang. Order selalu datang dari arah yang tidak terduga. Seiring dengan berkembangnya usaha dia, dia juga terus meningkatkan prosentase “bagi hasilnya” kepada Allah. Dan hingga hari ini usaha dia berkembang, tidak pernah mati. Pengusaha itu pun mengakhiri cerita penuh inspirasi yang dia yakin itu jalan yang ditunjukkan Tuhan padanya. Dan pertemuannya dengan Pak Dullah adalah berkah yang diberikan Tuhan padanya.

Kamis, 14 Juni 2012

DIBALIK KESUKSESAN PENAKLUKAN PERTAMA PUNCAK EVEREST HIMALAYA


Puncak Everest dengan ketinggian 8.850 m dari permukaan laut merupakan puncak tertinggi dari serangkaian Pegunungan Himalaya, bahkan juga merupakan puncak tertinggi di dunia. Ratusan pendaki telah berusaha menakhlukkannya, dengan hasil yang berbeda-beda. Penakhluk pertama yang tercatat sebagai pendaki yang berhasil menginjakkan kakinya untuk pertama kalinya di Puncak Everest pada 29 Mei 1953 dan berhasil kembali dengan selamat adalah Sir Edmund Hillary, yang meninggal pada 11 Januari 2008 lalu di Auckland, Selandia Baru.

Dibalik kesuksesan pendakian Sir Edmund Hillary, tentu ada tim sukses yang ikut membantunya. Dalam pendakian spektakuler itu dia dibantu sedikitnya 150 orang pendaki professional dan 750 pendukung serta seorang Sherpa (dalam bahasa Nepal berarti pemandu) Tenzing Norgay. Peran Tenzing Norgay ini sangat penting karena jika dia mau, bisa saja ending cerita yang menjadi impian Sir Edmund Hillary akan menjadi berbeda dari yang sekarang sudah tercatat dalam sejarah.


Ketika para pendaki tersebut telah kembali dengan selamat dari Everest, para reporter dari seluruh dunia mewancari Sir Edmund Hillary sebagai pendaki gunung pertama yang berhasil menakhlukkan puncak Everest, dan hanya satu orang reporter yang mewancarai Sherpa Tenzing Norgay.

Reporter itu menanyakan satu hal yang mungkin tidak terpikirkan oleh para reporter yang lain, “Sebagai seorang pemandu, tentunya Anda berjalan di depan Edmund Hillary, dan mestinya Andalah yang menginjakkan kaki lebih dulu di Puncak Everest sebelum kemudian diikuti oleh Sir Edmund Hillary bukan?”

Jawab Sherpa Norgay,”ya, benar sekali, seharusnya seperti itu. Tetapi pada saat menjelang sampai di puncak, tepatnya 1 langkah sebelum mencapai puncak, saya persilahkan Tuan Edmund Hillary untuk maju lebih dulu dan menginjakkan kaki beliau di Puncak Everest, baru kemudian saya mengikutinya di belakang..”

Dengan penuh keheranan reporter itu melanjutkan pertanyaannya,” Mengapa Anda lakukan itu? Anda telah melepaskan sebuah kesempatan untuk menjadi sejarah pendakian dari sebuah puncak yang belum pernah tertakhlukkan sebelumnya?”

Jawab Norgay,” Karena itu adalah impian Sir Edmund Hillary, bukan impian saya. Impian saya adalah mengantarkan Sir Edmund Hillary mencapai impiannya untuk menjadi orang pertama yang menginjakkan kakinya di Puncak Everest. Dan kami sama-sama mendapatkan impian itu.”

*********
Alden Praptono (diolah dari berbagai sumber)