Selasa, 30 April 2013

GEORGE DAWSON, PENULIS BEST SELLER YANG MULAI BELAJAR MEMBACA DAN MENULIS SAAT UMUR 98 TAHUN



Dallasite George Dawson

Terlahir sebagai orang kulit hitam pada masa revolusi dan situasi politik yang rasis di Amerika Serikat bukanlah hal yang menguntungkan. Dallasite George Dawson, cucu seorang budak kulit hitam, lahir dalam keluarga petani di wilayah dekat Marshal, Texas, pada 19 Januari 1898. Ayahnya, meskipun hidup sebagai petani miskin, mempunyai pandangan yang menarik tentang kekayaan dan kehidupan. Bahwa sekalipun mereka tidak memiliki apa-apa,  bukan berarti harus merasa menderita, karena “hidup ini sungguh baik” adalah filosofi yang dipegang kuat sang ayah, dan itu ditanamkan secara kuat kepada anaknya.


Dawson kecil mulai bekerja saat dia baru berumur 4 tahun. Dan pada umur 8 tahun dia telah menjadi pekerja pertanian full time. Ketika menginjak usia 12 tahun Dawson mulai merantau jauh dan bekerja pada sebuah pertanian milik orang kulit putih dengan bayaran $1.50 per bulan.


Hidupnya yang berat terus berlanjut dengan berbagai macam pekerjaan yang dia lakoni. Semuanya adalah pekerjaan kasar seperti memunguti kapas dan tebu, menghalau kuda-kuda liar, menjadi kuli pada pembangunan tembok tebing sungai Missisipi, menggaruk kotoran ke dalam kereta yang ditarik kuda atau keledai muda. Menjadi kuli pada proyek pembangunan jalan kereta api dan jalan raya juga sudah pernah Dawson jalani. Semua kesibukan untuk sekedar menyambung hidup itu membuatnya tidak pernah berkesempatan untuk mengenyam pendidikan, bahkan untuk sekedar mengenal huruf ABC sekalipun. Karena ketidakmampuannya soal baca-tulis itu, salah satu majikannya ketika ia bekerja pada sebuah usaha penggergajian kayu menyuruh Dawson untuk menorehkan X sebagai tanda tangan pada selembar kertas yang dia sama sekali tidak bisa membaca tulisannya.


Meskipun hidupnya berat dan miskin, bukan berarti Dawson harus larut dalam penderitaan. Ada masa-masa senang yang dia rasakan di antara beratnya pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan. Pada umur 21 tahun dia melakukan perjalanan melintasi Amerika ke Kanada untuk sekedar melihat salju. Setelah itu dia pergi ke Mexico. Di negera ini dia sangat takjub ketika mendapati bahwa orang-orang kulit hitam bisa memilih sendiri kafe yang disukainya, dan dilayani dengan baik sebagai tamu di café tersebut, hal yang sama sekali tidak pernah dia lihat di Amerika.


Pada 1928, setelah 9 tahun berkelana, Dawson kembali menemui keluarganya di Marshall, dan membawanya pindah domisili. Dia menikah dengan Elzenia Arnold, seorang perempuan yang melek huruf, dan tinggal di Dallas ketika dia mendapatkan pekerjaan pada proyek jalan raya kota hingga mendapatkan tujuh orang anak. Pada masa pertumbuhan anak-anaknya, dia sering membantu mereka mengerjakan PR sekolah mereka, meskipun dia sendiri sama sekali tidak bisa baca-tulis. Dan pada tahun 1938 dia mendapatkan pekerjaan pada perusahaan pembuat dan penyimpanan susu hingga pensiun saat usia 79 tahun.


Meskipun kehidupannya keras dan pergaulannya dengan kalangan bawah, Dawson tidak merokok dan juga tidak minum minuman keras. Dia juga senang memasak sendiri makanan hariannya, sehingga tahu betul makanan macam apa yang dia konsumsi setiap harinya. Mungkin karena itulah dia jarang mendapat gangguan kesehatan yang  serius dan panjang umur.

Suatu hari di tahun 1996, saat dia berumur 98 tahun, datang seorang relawan pada program pendidikan dasar untuk orang dewasa setempat. Program itu diadakan oleh The Lincoln Instructional Center bekerjasama dengan The Dallas County Adult Literacy Council. Laki-laki yang menjadi relawan itu memberitahukan kepada Dawson bahwa kelas pendidikan untuk para orang tua akan segera diselenggarakan di dekat tempat tinggalnya, hanya beberapa blok dari rumah Dawson. Dengan sangat antusias Dawson menjawab,” Tunggu, akuambil jasku dulu.”


Dawson belajar di kelas baca-tulis bersama instrukturnya Carl Henry
Dawson pun bergabung dengan kelas yang mengajarkan pendidikan dasar seperti membaca dan menulis. Sebelum Dawson bergabung ke dalam kelas instruktur Carl Henry, seorang pensiunan guru, peserta paling tua dalam kelas itu seorang wanita berumur lima puluhan. Di kelas itulah Dawson yang kemudian menjadi siswa tertua mulai belajar mengenal abjad, membaca dan menulis.


Pelajaran baca-tulis ABC dia lalui dalam 2 hari. Kemudian dilanjutkan dengan pelajaran penulisan kursif (tulisan miring dan sambung menyambung), tanpa melalui pelajaran menulis huruf cetak. Dan begitu dia mengenal penulisan kursif, hal yang segera dia lakukan adalah mengganti tanda tangannya, yang tadinya berbentuk huruf X  diganti dengan tanda tangan yang lebih sempurna.


Ketekunan dan gairah George Dawson dalam mengikuti kelas pendidikan dasar yang umumnya ditempuh orang pada masa kanak-kanak ini menginspirasi banyak orang di seantero Amerika. Bahkan kemudian Dawson mendapat sebutan sebagai “poster anak-anak favorit Amerika untuk melek huruf”.


“Melihat Pak Dawson belajar membaca merupakan pengalaman terhebat sepanjang hidup saya,” ungkap Carl pada tahun 1998. “Pak Dawson telah menentukan bahwa beliau akan belajar membaca. Dan penentuan ini menjadi hal yang paling menakjubkan yang ingin diketahui banyak orang, dan saya melihatnya sendiri. Ini sungguh-sungguh keajaiban yang fantastis.”


Dua tahun sejak mulai belajar mengenal huruf, setelah lancer baca tulis, Dawson menjadi co-writer  Richard Glaubman menulis autobiografinya yang berjudul “Life is so good”, yang merupakan cerita hidup Dawson yang sangat memegang teguh filosofi hidup dari ayahnya bahwa hidup ini begitu baik. Buku tulisannya itu diterbitkan secara luas pada tahun 2000 dan menjadi buku best seller nasional.

"Life Is So Good" buku best seller karya George Dawson bersama Richard Glaubman


Di dalam buku itu secara lugas diungkapkan bagaimana pandangan seorang warga kulit hitam mengenai sikap rasialis dimana perilaku ini sering lebih banyak memakan korban dari kalangan warga kulit hitam, dan menceritakan bagaimana masa-masa mengikuti program melek baca-tullis yang diikuti oleh Dawson. Dan sejak penerbitan buku itu, Dawson menjadi kesayangan media masa seperti acara TV "Oprah Winfrey," "Nightline," "Good Morning America" dan "Sunday Morning." Media cetak pun tidak kalah ramai menampilkan profil dan kisah hidupnya yang inspiratif itu.


Pada satu kesempatan di acara televisi, Dawon mengungkapkan,” Henry (Carl Henry) benar-benar merupakan malaikat hidup saya.” Mungkin itulah ungkapan yang tidak berlebihan seorang George Dawson yang selama 98 tahun tidak bisa membaca dan menulis, dan atas bimbingan Carl Henry, dua tahun kemudian dia bisa menulis buku, dan ketika merayakan 100 tahun hidupnya buku itu diterbitkan dan menjadi buku best seller.


George Dawson meninggal pada 5 Juli 2001 karena serangan stroke. Pada masa-masa akhir hidupnya merupakan masa yang sangat menggairahkan bagi dia untuk terus belajar dan belajar. Dan semangatnya itu menginspirasi banyak anak muda. Mereka banyak yang tertarik untuk berkunjung ke ruang kelas George Dawson, tempatnya mengenyam pendidikan mengenal huruf dan tulisan. Geoergo Dawson, seorang kulit hitam yang mengalami hidup di 3 abad yang berbeda. Dia lahir pada abad 19, tumbuh kembang dan menjalani 98% hidupnya di abad 20, dan masa-masa akhir cerita hidupnya yang happy ending di abad 21.

Rupanya benar kata-kata bijak bahwa tidak ada kata terlalu tua untuk memulai belajar, untuk memulai hal-hal baru dalam hidup. Banyak contoh membuktikan orang-orang yang sukses yang ketika memulainya telah berusia tidak muda lagi. George Dawson adalah salah satu contoh nyata ungkapan bijak itu.

(Alden Praptono) 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar