Dallasite George Dawson |
Terlahir sebagai orang kulit hitam pada masa
revolusi dan situasi politik yang rasis di Amerika Serikat bukanlah hal yang
menguntungkan. Dallasite George Dawson, cucu seorang budak kulit hitam, lahir dalam
keluarga petani di wilayah dekat Marshal, Texas, pada 19 Januari 1898. Ayahnya,
meskipun hidup sebagai petani miskin, mempunyai pandangan yang menarik tentang
kekayaan dan kehidupan. Bahwa sekalipun mereka tidak memiliki apa-apa, bukan berarti harus merasa menderita, karena
“hidup ini sungguh baik” adalah filosofi yang dipegang kuat sang ayah, dan itu
ditanamkan secara kuat kepada anaknya.
Dawson kecil mulai bekerja saat dia baru
berumur 4 tahun. Dan pada umur 8 tahun dia telah menjadi pekerja pertanian full
time. Ketika menginjak usia 12 tahun Dawson mulai merantau jauh dan bekerja
pada sebuah pertanian milik orang kulit putih dengan bayaran $1.50 per bulan.
Hidupnya yang berat terus berlanjut dengan
berbagai macam pekerjaan yang dia lakoni. Semuanya adalah pekerjaan kasar
seperti memunguti kapas dan tebu, menghalau kuda-kuda liar, menjadi kuli pada
pembangunan tembok tebing sungai Missisipi, menggaruk kotoran ke dalam kereta
yang ditarik kuda atau keledai muda. Menjadi kuli pada proyek pembangunan jalan
kereta api dan jalan raya juga sudah pernah Dawson jalani. Semua kesibukan
untuk sekedar menyambung hidup itu membuatnya tidak pernah berkesempatan untuk
mengenyam pendidikan, bahkan untuk sekedar mengenal huruf ABC sekalipun. Karena
ketidakmampuannya soal baca-tulis itu, salah satu majikannya ketika ia bekerja
pada sebuah usaha penggergajian kayu menyuruh Dawson untuk menorehkan X sebagai tanda
tangan pada selembar kertas yang dia sama sekali tidak bisa membaca tulisannya.
Meskipun hidupnya berat dan miskin, bukan
berarti Dawson harus larut dalam penderitaan. Ada masa-masa senang yang dia
rasakan di antara beratnya pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan. Pada umur
21 tahun dia melakukan perjalanan melintasi Amerika ke Kanada untuk sekedar
melihat salju. Setelah itu dia pergi ke Mexico. Di negera ini dia sangat takjub
ketika mendapati bahwa orang-orang kulit hitam bisa memilih sendiri kafe yang disukainya, dan dilayani
dengan baik sebagai tamu di café
tersebut, hal yang sama sekali tidak pernah dia lihat di
Amerika.
Pada 1928, setelah 9 tahun berkelana, Dawson
kembali menemui keluarganya di Marshall, dan membawanya pindah domisili. Dia
menikah dengan Elzenia Arnold, seorang perempuan yang melek huruf, dan tinggal
di Dallas ketika dia mendapatkan pekerjaan pada proyek jalan raya kota hingga
mendapatkan tujuh orang anak. Pada masa pertumbuhan anak-anaknya, dia sering
membantu mereka mengerjakan PR sekolah mereka, meskipun dia sendiri sama sekali
tidak bisa baca-tulis. Dan pada tahun 1938 dia mendapatkan pekerjaan pada
perusahaan pembuat dan penyimpanan susu hingga pensiun saat usia 79 tahun.
Meskipun kehidupannya keras dan pergaulannya
dengan kalangan bawah, Dawson tidak merokok dan juga tidak minum minuman keras.
Dia juga senang memasak sendiri makanan hariannya, sehingga tahu betul makanan
macam apa yang dia konsumsi setiap harinya. Mungkin karena itulah dia jarang
mendapat gangguan kesehatan yang serius
dan panjang umur.
Suatu hari di tahun 1996, saat dia berumur 98 tahun, datang
seorang relawan pada program pendidikan dasar untuk orang dewasa setempat. Program itu diadakan oleh The Lincoln
Instructional Center bekerjasama dengan The Dallas County Adult Literacy
Council. Laki-laki yang menjadi relawan itu memberitahukan kepada Dawson bahwa kelas
pendidikan untuk para orang tua akan segera diselenggarakan di dekat tempat tinggalnya,
hanya beberapa blok dari rumah Dawson. Dengan sangat antusias Dawson menjawab,”
Tunggu, akuambil jasku dulu.”
Dawson belajar di kelas baca-tulis bersama instrukturnya Carl Henry |
Pelajaran baca-tulis
ABC dia lalui dalam 2 hari. Kemudian dilanjutkan dengan pelajaran penulisan kursif
(tulisan miring dan sambung menyambung), tanpa melalui pelajaran menulis huruf cetak.
Dan begitu dia mengenal penulisan kursif, hal yang segera dia lakukan adalah mengganti
tanda tangannya, yang tadinya berbentuk huruf X diganti dengan tanda tangan yang lebih sempurna.
Ketekunan dan gairah
George Dawson dalam mengikuti kelas pendidikan dasar yang umumnya ditempuh
orang pada masa kanak-kanak ini menginspirasi banyak orang di seantero Amerika.
Bahkan kemudian Dawson mendapat sebutan sebagai “poster anak-anak favorit Amerika
untuk melek huruf”.
“Melihat Pak Dawson belajar membaca merupakan
pengalaman terhebat sepanjang hidup saya,” ungkap Carl pada tahun 1998. “Pak
Dawson telah menentukan bahwa beliau akan belajar membaca. Dan penentuan ini menjadi
hal yang paling menakjubkan yang ingin diketahui banyak orang, dan saya
melihatnya sendiri. Ini sungguh-sungguh keajaiban yang fantastis.”
Dua tahun sejak mulai belajar mengenal huruf, setelah lancer baca tulis, Dawson menjadi co-writer Richard Glaubman menulis autobiografinya yang
berjudul “Life is so good”, yang merupakan cerita hidup Dawson yang sangat memegang
teguh filosofi hidup dari ayahnya bahwa hidup ini begitu baik. Buku tulisannya itu
diterbitkan secara luas pada tahun 2000 dan menjadi buku best seller nasional.
"Life Is So Good" buku best seller karya George Dawson bersama Richard Glaubman |
Di dalam buku itu secara lugas diungkapkan bagaimana pandangan seorang warga kulit hitam mengenai sikap rasialis dimana perilaku ini sering lebih banyak memakan korban dari kalangan warga kulit hitam, dan menceritakan bagaimana masa-masa mengikuti program melek baca-tullis yang diikuti oleh Dawson. Dan sejak penerbitan buku itu, Dawson menjadi kesayangan media masa seperti acara TV "Oprah Winfrey," "Nightline," "Good Morning America" dan "Sunday Morning." Media cetak pun tidak kalah ramai menampilkan profil dan kisah hidupnya yang inspiratif itu.
Pada satu kesempatan di acara televisi, Dawon
mengungkapkan,” Henry (Carl Henry) benar-benar merupakan malaikat hidup saya.”
Mungkin itulah ungkapan yang tidak berlebihan seorang George Dawson yang selama
98 tahun tidak bisa membaca dan menulis, dan atas bimbingan Carl Henry, dua
tahun kemudian dia bisa menulis buku, dan ketika merayakan 100 tahun hidupnya
buku itu diterbitkan dan menjadi buku best seller.
George Dawson meninggal pada 5 Juli 2001
karena serangan stroke. Pada masa-masa akhir hidupnya merupakan masa yang
sangat menggairahkan bagi dia untuk terus belajar dan belajar. Dan semangatnya
itu menginspirasi banyak anak muda. Mereka banyak yang tertarik untuk
berkunjung ke ruang kelas George Dawson, tempatnya mengenyam pendidikan mengenal
huruf dan tulisan. Geoergo Dawson, seorang kulit hitam
yang mengalami hidup di 3 abad yang berbeda. Dia lahir pada abad 19, tumbuh
kembang dan menjalani 98% hidupnya di abad 20, dan masa-masa akhir cerita
hidupnya yang happy ending di abad 21.
Rupanya benar kata-kata bijak bahwa tidak ada kata terlalu tua untuk memulai belajar, untuk memulai hal-hal baru dalam hidup. Banyak contoh membuktikan orang-orang yang sukses yang ketika memulainya telah berusia tidak muda lagi. George Dawson adalah salah satu contoh nyata ungkapan bijak itu.
(Alden Praptono)