Alkisah, seorang
lelaki sedang berjalan di pinggir jalanan kota yang sibuk dengan hiruk pikuk
kendaraan dan orang yang lalu lalang. Lelaki itu sedang berusaha mengadu nasib
mencari pekerjaan di kota. Kondisi ekonomi negeri yang semakin tidak menentu membuat penghidupan keluarganya, bersama
isteri dan anak-anaknya di kampung, ikut kelimpungan dalam memenuhi kebutuhan
pokok mereka. Karena itulah dia mencoba mencari peruntungan lain dengan mencari
pekerjaan di kota.
Ketika laki-laki itu tengah menyusuri jalanan
sepi, tiba-tiba kakinya menginjak sesuatu yang dia rasakan agak asing. Karena merasa
penasaran ia membungkuk dan mengambilnya.
“Oh, hanya sebuah koin kuno yang sudah
penyok-penyok,” gerutunya kecewa. Maklum,
dalam keadaan yang penuh kesulitan, seseorang biasanya berharap mendapatkan
keajaiban dari sesuatu yang ditemukannya yang bisa menolongnya. Meskipun begitu ia membawa koin itu ke sebuah bank untuk menanyakan
perihal nilai koin kuno tersebut.
“Sebaiknya koin ini Bapak bawa saja ke
kolektor uang kuno, mungkin di
sana akan lebih dihargai ” kata teller itu memberi saran.
Lelaki itupun mengikuti anjuran si teller, membawa koinnya ke kolektor.
Beruntung sekali, si kolektor menghargai koin itu senilai 30 dollar.
Begitu senangnya, lelaki tersebut mulai
memikirkan apa yang akan dia lakukan dengan rejeki nomplok ini. Ketika melewati
sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu sedang diobral. Dia bisa
membuatkan beberapa rak untuk istrinya karena istrinya pernah berkata mereka
tak punya tempat untuk menyimpan jambangan dan stoples. Sesudah membeli kayu
seharga 30 dollar, dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.
Di tengah perjalanan dia melewati bengkel
seorang pembuat mebel. Mata
pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul
lelaki itu. Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya tinggi. Kebetulan pada
waktu itu sedang ada pesanan pembuatan mebel dengan bahan kayu
kelas tinggi. Dia menawarkan uang sejumlah 100 dollar
kepada lelaki itu untuk.
Terlihat ragu-ragu di mata laki-laki itu,
namun pengrajin itu meyakinkannya dan dapat menawarkannya mebel yang sudah jadi
agar dipilih lelaki itu. Kebetulan di sana ada lemari yang pasti disukai
istrinya. Dia menukar kayu tersebut dan meminjam sebuah gerobak untuk membawa
lemari itu. Dia pun segera membawanya pulang.
Perjalanan selanjutnya dia melewati perumahan
baru. Seorang wanita yang sedang mendekorasi rumah barunya melongok keluar
jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak berisi lemari yang indah. Si
wanita terpikat dan menawar dengan harga 200 dollar. Ketika lelaki itu nampak
ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 dollar. Setelah menimbang-nimbang, terlebih mengingat
bagaimana asal lemarinya, lelaki itupun setuju. Kemudian
mengembalikan gerobak ke pengrajin dan beranjak pulang.
Di perbatasan desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima sebelum sampai kampong dan memberikan kepada
isterinya. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran
bernilai 250 dollar. Pada saat itu datanglah
beberapa orang perampok yang ternyata sudah dari tadi mengamati dan
mengincarnya.
Di bawah todongan senjata tajam dan tekanan beberapa lelaki dengan tubuh yang
kuat dan kasar, dia terpaksa menyerahkan semua uangnya kepada mereka. Setelah
mendapatkan uang itu, mereka pergi meninggalkan lelaki yang tergeletak lemas di
pinggir jalan desa.
Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari
mendekati suaminya seraya berkata, “Apa yang terjadi? Engkau baik saja kan? Apa
yang diambil oleh perampok tadi?”
Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata,
“Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah "KOIN PENYOK" yang kutemukan tadi
pagi”.
------------------------
Pesan moral dari
cerita itu : kita sering larut dalam kesedihan yang dalam, bahkan sering
seperti kehilangan harapan pada saat kita kehilangan sesuatu yang sangat
berarti bagi hidup kita. Padahal, bila kita sadari, segala sesuatu yang kita
klaim sebagai milik kita itu sebenarnya tak lebih dari titipan dari Dia Yang
Maha Memiliki. Setiap saat Dia bisa menitipkan segala sesuatu yang Dia
inginkan, setiap saat Dia juga bisa mengambilnya kembali. Bisa jadi di lain
kesempatan akan menitipkan lagi sesuatu yang lain, yang tidak pernah kita sangka sebelumnya.
Bila Kita sadar kita tak pernah memiliki
apapun, kenapa harus tenggelam dalam kesedihan yang berlebihan???
(Tulisan ini saya olah kembali dari satu email
kiriman seorang teman)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar