Kamis, 28 Maret 2013

KOIN PENYOK



Alkisah, seorang lelaki sedang berjalan di pinggir jalanan kota yang sibuk dengan hiruk pikuk kendaraan dan orang yang lalu lalang. Lelaki itu sedang berusaha mengadu nasib mencari pekerjaan di kota. Kondisi ekonomi negeri yang semakin tidak menentu  membuat penghidupan keluarganya, bersama isteri dan anak-anaknya di kampung, ikut kelimpungan dalam memenuhi kebutuhan pokok mereka. Karena itulah dia mencoba mencari peruntungan lain dengan mencari pekerjaan di kota.

Ketika laki-laki itu tengah menyusuri jalanan sepi, tiba-tiba kakinya menginjak sesuatu yang dia rasakan agak asing. Karena merasa penasaran ia membungkuk dan mengambilnya.

“Oh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok-penyok,” gerutunya kecewa. Maklum, dalam keadaan yang penuh kesulitan, seseorang biasanya berharap mendapatkan keajaiban dari sesuatu yang ditemukannya yang bisa menolongnya. Meskipun begitu ia membawa koin itu ke sebuah bank untuk menanyakan perihal nilai koin kuno tersebut.

“Sebaiknya koin ini Bapak bawa saja ke kolektor uang kuno, mungkin di sana akan lebih dihargai ” kata teller itu memberi saran. Lelaki itupun mengikuti anjuran si teller, membawa koinnya ke kolektor. Beruntung sekali, si kolektor menghargai koin itu senilai 30 dollar.

Begitu senangnya, lelaki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dia lakukan dengan rejeki nomplok ini. Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu sedang diobral. Dia bisa membuatkan beberapa rak untuk istrinya karena istrinya pernah berkata mereka tak punya tempat untuk menyimpan jambangan dan stoples. Sesudah membeli kayu seharga 30 dollar, dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati bengkel seorang pembuat mebel. Mata pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul lelaki itu. Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya tinggi. Kebetulan pada waktu itu sedang ada pesanan pembuatan mebel dengan bahan kayu kelas tinggi. Dia menawarkan uang sejumlah 100 dollar kepada lelaki itu untuk.
 
Terlihat ragu-ragu di mata laki-laki itu, namun pengrajin itu meyakinkannya dan dapat menawarkannya mebel yang sudah jadi agar dipilih lelaki itu. Kebetulan di sana ada lemari yang pasti disukai istrinya. Dia menukar kayu tersebut dan meminjam sebuah gerobak untuk membawa lemari itu. Dia pun segera membawanya pulang.

Perjalanan selanjutnya dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang mendekorasi rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 200 dollar. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 dollar. Setelah menimbang-nimbang, terlebih mengingat bagaimana asal lemarinya, lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak ke pengrajin dan beranjak pulang.

Di perbatasan desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima sebelum sampai kampong dan memberikan kepada isterinya. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar. Pada saat itu datanglah beberapa orang perampok yang ternyata sudah dari tadi mengamati dan mengincarnya. Di bawah todongan senjata tajam dan tekanan beberapa lelaki dengan tubuh yang kuat dan kasar, dia terpaksa menyerahkan semua uangnya kepada mereka. Setelah mendapatkan uang itu, mereka pergi meninggalkan lelaki yang tergeletak lemas di pinggir jalan desa.

Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya berkata, “Apa yang terjadi? Engkau baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi?”

Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah "KOIN PENYOK" yang kutemukan tadi pagi”.

------------------------

Pesan moral dari cerita itu : kita sering larut dalam kesedihan yang dalam, bahkan sering seperti kehilangan harapan pada saat kita kehilangan sesuatu yang sangat berarti bagi hidup kita. Padahal, bila kita sadari, segala sesuatu yang kita klaim sebagai milik kita itu sebenarnya tak lebih dari titipan dari Dia Yang Maha Memiliki. Setiap saat Dia bisa menitipkan segala sesuatu yang Dia inginkan, setiap saat Dia juga bisa mengambilnya kembali. Bisa jadi di lain kesempatan akan menitipkan lagi sesuatu yang lain, yang  tidak pernah kita sangka sebelumnya.

Bila Kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kesedihan yang berlebihan???
(Tulisan ini saya olah kembali dari satu email kiriman seorang teman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar