Suatu hari di ruangan
kantor kerja saya datang seorang customer langganan kami. Dia seorang pengusaha
keturunan etnis Arab yang sudah cukup berumur, yang sebenarnya sudah lama
menjadi pelanggan bagi perusahaan kami.
Pada obrolan-obrolan
ringan bersama manajer kami yang menerima dia, akhirnya dia bercerita mengenai
sosok Pak Dullah almarhum (Abdullah MZ) pendiri PT Tiga Serangkai yang kemudian
berkembang menjadi group perusahaan besar dengan anak perusahaan yang banyak,
salah satunya perusahaan tempat saya bekerja saat ini.
Sang pengusaha itu
mengaku mengenal cukup baik sosok Pak Dullah dan banyak belajar dari beliau. Salah
satu kejadian yang tidak pernah dia lupakan adalah perbincangan dia dengan
almarhum pada suatu ketika – bertahun-tahun yang lalu – mengenai rahasia sukses
menjadi pengusaha. Waktu itu dia masih seorang pemuda dan baru memulai suatu
usaha.
“Suatu ketika saya
bertanya kepada beliau,” kata pengusaha itu , “Pak, apa sih resepnya agar bisa
terus kaya seperti Bapak?”
Pada waktu itu memang Pak
Dullah sudah terkenal sebagai pengusaha sukses cukup lama di Kota Solo dan
sekitarnya. Karena itu banyak pengusaha muda yang ingin menimba ilmu sukses
kepada beliau.
“Mengapa Anda menanyakan
hal itu kepada saya?” Pak Dullah balik bertanya.
“Karena saya tahu Bapak
sudah sukses, dengan banyak harta dan kekayaan, dan bertahan cukup lama. Banyak
pengusaha lain yang kesuksesannya tidak bertahan lama seperti Bapak. Ijinkan
saya belajar kepada Bapak,” jawab sang pengusaha muda.
“Begini... Anda percaya
akan Tuhan?” kembali Pak Dullah menanyakan hal yang bagi pengusaha muda itu
seperti tidak nyambung dengan pertanyaannya, dan cenderung muter-muter belum
ketahun arahnya.
“Tentu saya percaya,”
jawabnya kemudian.
“Anda muslim?” bertanya
lagi Pak Dullah, dan segera dijawab pengusaha muda itu,”ya, saya muslim.”
“Dan akan tetap muslim
selamanya?” masih juga Pak Dullah mengajukan pertanyaan.
“Tetap muslim selamanya,”
jawab sang pemuda dengan mantap.
“Andaikan Anda saya
tawari untuk berkongsi (bekerja sama) dengan saya bagaimana? Anda mau?” tanya
Pak Dullah yang belum juga memberi jawaban secara jelas apa yang ditanyakan
pengusaha muda itu.
“Tentu saya mau,”
jawabnya tanpa ragu.
“Kenapa?” tanya Pak
Dullah kemudian.
“Karena Bapak memiliki
banyak harta, perusahaan besar, dan sumber daya lain yang melimpah.
Berkongsi
dengan Bapak yang sudah sangat kuat itu tentu memberi jaminan akan kesuksesan
usaha kerja sama kita ini,” kata pengusaha muda tersebut memberi alasan.
“Baiklah. Kalau berkongsi
dengan pengusaha seperti saya saja Anda yakin akan sukses, bagaimana jika ada
yang jauh lebih kuat, lebih kaya bahkan Maha Kaya menyuruh Anda untuk bekongsi,
apakah Anda mau juga?” jawaban Pak Dullah lagi-lagi berakhir dengan pertanyaan
yang harus dijawab pengusaha muda itu.
Meskipun agak kurang
paham bener maksud Pak Dullah, pengusaha muda itu menjawab juga,”tentu saya
mau.”
“Apakah Anda yakin juga
bahwa Anda akan sukses juga?” dengan tatapan serius Pak Dullah kembali
bertanya.
“Yakin Pak, jika memang
dia itu sangat kaya. Siapa dia itu Pak?” jawab pemuda itu yang dilanjutkan
dengan pertanyaan, karena tidak sabar dengan pertanyaan-pertanyaan Pak Dullah
yang belum terlihat kaitannya atas jawaban dari pertanyaan yang dia ajukan.
“Dia-lah yang Maha Kaya,
Yang Maha Kuasa dan memiliki segalanya. Dia-lah Allah, Tuhan kita. Dengan Dia
saya berkongsi, karena itu saya bisa menjadi kaya terus menerus. Jika Anda
percaya berkongsi dengan yang Maha Kaya itu akan menjamin kesuksesan Anda, Anda
tidak perlu lagi berkongsi dengan saya. Itulah rahasia saya...” jawab Pak
Dullah yang akhirnya menjawab apa yang ditanyakan sang pengusaha muda.
“Tapi bagaimana caranya?”
tanya pengusaha muda kebingungan.
“Sebuah perkongsian
tentunya ada bagi hasil jika sudah menghasilkan, betul?” akhirnya Pak Dullah mulai
menjelaskan hal yang bersifat tekhnis, dan ini yang ditunggu-tunggu sang pemda.
“Sebagaimana sebuah kerja sama, Anda juga mesti mau membagi keuntungan Anda
dengan kongsi Anda, yaitu Allah. Selama ini saya membagi keuntungan yang saya
dapatkan separuh untuk saya, dan separuh untuk Allah. Yang untuk saya tentu
saya gunakan untuk kebutuhan saya, keluarga, juga untuk membesarkan perusahaan.
Sedangkan separohnya yang untuk Allah saya salurkan kepada kegiatan-kegiatan
yang sifatnya untuk menegakkan seruan dan agama Allah. Jika Anda lakukan itu,
InsyaAllah Anda akan menjadi kaya dalam waktu yang lama.”
Pemuda itu terdiam
mendengar penjelasan Pak Dullah tersebut, namun dalam hati sungguh takjub, dan
membenarkan apa katanya.
Melihat pemuda itu diam,
Pak Dullah melanjutkan,”untuk awalnya tidak harus berbagi lima puluh lima
puluh, tapi coba dengan 95% untuk Anda dan 5% untuk Allah. Jika itu bisa Anda
lakukan dengan ikhlas dan usaha Anda mulai berkembang, bertahap nanti Anda
tingkatkan bagi hasilnya sampai kemudian Anda mampu berbagi lima puluh lima
puluh.”
Begitulah rupanya resep
Pak Dullah dalam mencari kekayaan. Berkongsi dengan Tuhan. Hal yang kedengarannya
aneh, namun tidak bagi orang-orang yang percaya dan yakin bahwa harta benda,
rezeki, kekayaan dan semuanya itu milik Tuhan.
Pengusaha muda itu
belajar untuk mengikuti saran Pak Dullah secara bertahap. Dan seperti yang dia
ceritakan, perlahan pula usahnya terus berkembang. Order selalu datang dari
arah yang tidak terduga. Seiring dengan berkembangnya usaha dia, dia juga terus
meningkatkan prosentase “bagi hasilnya” kepada Allah. Dan hingga hari ini usaha
dia berkembang, tidak pernah mati. Pengusaha itu pun mengakhiri cerita penuh
inspirasi yang dia yakin itu jalan yang ditunjukkan Tuhan padanya. Dan
pertemuannya dengan Pak Dullah adalah berkah yang diberikan Tuhan padanya.